Kasus Tabung Gas Portable di Senaru, Pendamping Hukum Minta Terdakwa Dijadikan Tahanan Rumah
Pengacara Publik Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) UIN Mataram Yan Mangandar Putra minta terdakwa kasus tabung gas portable jadi tahanan rumah
Penulis: Jimmy Sucipto | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Jimmy Sucipto
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kasus pembuatan gas elpiji isi ulang oleh seorang pemuda asal Senaru, Lombok Utara, ZM atau panggilan Zik (27) memasuki proses persidangan.
Sidang pertamanya Zik berada di Pengadilan Negeri Mataram, Rabu (30/11/2022).
Pengacara Publik Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) UIN Mataram Yan Mangandar Putra mengatakan, pihaknya telah memberikan surat permohonan.
“Permohonan penangguhan atau pengalihan penahanan,” kata Yan Magandar Putra ke TribunLombok.com, Sabtu (3/12/2022).
Lebih rinci surat pemohonan penahanan tersebut bertujuan untuk memindahkan status tahanan Zik dari tahanan negara menjadi tahanan kota.
Baca juga: Bikin Tabung Gas Isi Ulang untuk Mudahkan Pendaki Rinjani, Pemuda Lombok Utara Dipenjara
Pasalnya proses hukum yang menjerat Zik, membuatnya tidak bisa mengurus kedua orang tuanya di rumah.
“Besar harapan kami, nanti di sidang tanggal 7 Desember 2022, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Mataram mengabulkan permohonan tersebut,” kata Yan Magandar.
Begitu juga usaha penyewaan alat camping milik Zik, tidak ada yang menjalankan lagi dan terhenti.
“Kasihan alat usaha yang telah dirintis sejak dahulu harus terhenti, padahal itu untuk membantu orang tuanya,” tandas Yan Magandar.
Untuk diketahui ZM atau Zik telah ditahan sejak 7 November hingga 26 November 2022 di Rutan Kuripan.
Ia ditahan akibat memindahkan isi tabung gas subsidi 3 kilogram ke tabung gas portable bekas.
Praktek usaha itu mulai ia jalankan sekitar Maret 2022 lalu berkat ilmu dari internet, dan mendapatkan keuntungan Rp60 ribu pertabungnya.
Dalam pengakuan Zik, usaha alat camping yang ia jalani untuk sekaligus membantu melunasi hutang orang tuanya di bank.
Atas dasar ini Zik disangkakan melakukan tindakan pidana melanggar Pasal 55 Undang Undang Nomor 11 tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang merupakan perubahan Undang Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Dengan ancamannya pidana penjara 6 tahun dan denda Rp60 miliar.
(*)