Kematian Brigadir J
Beda Nasib dengan 4 Tersangka Lain Kasus Brigadir J, Putri Candrawathi Tak Ditahan dan Wajib Lapor
Putri Candrawathi beda nasib dengan 4 tersangka lain kasus penembakan Brigadir J. Istri Ferdy Sambo itu tidak ditahan dan hanya wajib lapor.
TRIBUNLOMBOK.COM - Polisi tidak menahan Putri Candrawathi, salah satu tersangka kasus penembakan Brigadir J.
Itu berarti, Putri Candrawathi memiliki nasib yang berbeda dengan 4 tersangka lainnya, termasuk Ferdy Sambo.
Pasalnya, tersangka kasus Brigadir J selain Putri Candrawathi ditahan oleh aparat kepolisian.
Kabar mengenai istri Ferdy Sambo yang tak ditahan ini bermula dari permintaannya kepada Penyidik Bareskrim Polri.
Pihak penyidik mengambulkan permintaan Putri untuk tak ditahan.
Hal itu terjadi setelah Putri diperiksa selama lebih dari 12 jam, Rabu (31/8/2022).
Kuasa hukum Putri Candrawathi, Arman Hanis, angkat bicara mengenai masalah ini.
Arman mengatakan, kliennya dikenakan wajib lapor ke Bareskrim Polri mulai minggu depan.
"Mulai minggu depan (Putri Candrawathi harus wajib lapor).
Dua kali seminggu, harinya ya bebas, lah," kata Arman di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (1/9/2022) dini hari seperti dikutip dari Kompas TV.
Baca juga: Penjelasan Obstruction of Justice, Jerat Baru untuk Ferdy Sambo sebagai Tersangka
Arman kemudian membeberkan pertimbangan penyidik yang tidak menahan Putri.
Menurutnya, hal itu dikarenakan kondisi kesehatan Putri yang masih tak stabil.
Selain itu, Putri juga sudah dicekal oleh pihak imigrasi.
Arman kemudian mengungkit anak Putri yang masih kecil.
"Ibu Putri masih mempunyai anak kecil dan Ibu Putri masih dalam kondisi tidak stabil, sehingga kami mengajukan permohonan untuk tidak dilakukan penahanan terhadap Ibu Putri, tetapi diberikan wajib lapor dua kali seminggu," terangnya.
"Kami menjamin juga, sebagai tim penasihat hukum, kami menjamin Ibu Putri akan kooperatif setiap ada pemanggilan untuk pemeriksaan sampai dengan tahap persidangan," ujarnya.
Jurnalis Kompas.tv Fadel Prayoga melaporkan dari Bareskrim Mabes Polri, pemeriksaan terhadap Putri Candrawathi pada Rabu (31/8) berlangsung selama lebih dari 12 jam. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan pertama yang dijalani Putri Candrawathi pada Jumat, 26 Agustus pekan lalu.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi menyebut, pemeriksaan Putri Candrawathi akan dikonfrontasi dengan beberapa tersangka dan saksi lainnya.
"Besok (hari ini) konfrontir ada lima orang, PC, Susi, Kuat, Ricky, Richard ini semua yang ada di Magelang," kata Andi di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022).
Polri telah menetapkan lima tersangka kasus penembakan Brigadir J. Mereka adalah, Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, asisten rumah tangga sekaligus supir Kuat Ma'ruf dan Bripka Ricky Rizal, serta Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Baca juga: Update Kasus Ferdy Sambo: Pengakuan Putri Chandrawathi dan Rekomendasi Komnas HAM
Dalam kasus ini, Polri memastikan bahwa tidak ada peristiwa tembak-menembak. Faktanya adalah, Bharada E disuruh menembak Brigadir J oleh Irjen Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo pun diduga menjadi otak dari peristiwa keji tersebut.
Atas perbuatannya, mereka semua disangka melanggar Pasal 340 subsidair Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Pengamat Singgung Pengaruh Ferdy Sambo
Salah seorang pengamat menyebut ada dua dugaan alasan mengapa istri Ferdy Sambo itu tidak ditahan polisi.
Pengamat kepolisian yang dimaksud berasal dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS).
Ia bernama Bambang Rukminto. Bambang mengatakan, salah satu dugaan mengapa istri Ferdy Sambo itu tidak ditahan adalah pengaruh mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengaman (Kadiv Propam) Polri itu masih kuat.
“Pengaruh FS (Ferdy Sambo) masih kuat di internal sehingga banyak yang masih enggan untuk menahan istrinya,” ujar Bambang kepada Kompas.com, Kamis (1/9/2022).
Sementara dugaan kedua adalah karena Putri masih memiliki anak kecil.
Menurutnya, kepolisian berempati terhadap istri Jenderal Bintang dua di Polri tersebut.
“Empati pada seorang perempuan, mantan Bhayangkari,” ucap Bambang.
Kendati demikian, ISESS menyoroti asas persamaan di mata hukum yang harusnya dilaksanakan oleh polisi sebagai aparat penegak hukum.
Baca juga: Belum Puas Lihat Brigadir J Terkapar, Ferdy Sambo Ambil Pistol Bharada E dan Tembak Kepala Korban
Menurut Bambang, hak dan perlakukan antara satu tersangka dengan tersangka lain seharusnya disamakan.
“Terlepas dari dua faktor asumtif ini. Ada diskresi sesuai KUHAP yakni alasan subyektif penyidik yang memang secara normatif diperbolehkan, misalnya tersangka tidak akan menghilangkan barang bukti, tidak akan melarikan diri dan sebagainya,” kata Bambang.
“Soal mengapa polisi tidak bisa melakukan equality before the law? Lebih tepat kalau tanya ke polisi,” ucapnya.
(Kompas/ Kompas TV)