Mengenal Bale Beleq, Rumah Adat di Desa Karang Bayan, Sudah Ada sejak Tahun 1500
Bale Beleq merupakan rumah ada di Desa Karang Bayan yang sarat akan nilai sejarah, berikut keunikannya.
Penulis: Setyowati Indah Sugianto | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Setyowati Indah Sugianto
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Rumah Adat Desa Karang Bayan memiliki keunikan tersendiri.
Rumah adat ini dalam bahasa Sasak sering disebut Bale Beleq atau Bale Balaq.
Rumah adat ini terletak di Jalan Karang Bayan, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat.
Jalan untuk menuju ke sana dari Kota Mataram menempuh waktu sekitar 30 menit.
Bale Beleq merupakan rumah yang dulunya digunakan sebagai tempat tinggal pemimpin desa Karang Bayan sekaligus sebagai pusat pemerintahan.
Rumah ini sudah ada sejak tahun 1500-an, memiliki dua ruangan yakni ruang pertama sebagai tempat beristirahat, terang Dedi, Pokdarwis di Desa Karang Bayan.

Baca juga: Dua Lembaga Ini Beri Apresiasi Tinggi Terhadap Fasilitas dan Pelayanan RSUD Provinsi NTB
Sedangkan ruangan kedua berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda pusaka yang disakralkan serta keperluan ritual keagamaan.
Selain itu, rumah ini biasanya untuk bermusyawarah antara pemimpin dengan masyarakat serta menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi berdasarkan aturan hukum adat yang berlaku.
Perlu diketahui juga saat terjadi musyawarah, para pemimpin dan tokoh adat duduk di atas teras sedangkan para masyarakat duduk di lapangan menghadap ke arah rumah adat.
Kemudian, ada Bangaran merupakan tempat untuk dikumandangkannya adzan.
Dulu sebelum menjadi sebuah desa, kawasan Karang Bayan ini adalah hutan tidak berpenghuni.
Baca juga: Waspada, Penyakit Difteri Muncul di Kota Bima, Satu Keluarga Terjangkit
Maka dari itu, adzan dikumandangkan dari Bangaran yang menurut kepercayaan masyarakat setempat bertujuan untuk mengusir roh-roh halus penghuni hutan agar hutan tersebut bisa ditempati.
Berikutnya, Ina-ina merupakan pusat desa atau titik tengah desa yang dijadikan patokan untuk pembangunan rumah-rumah warga pada zaman dahulu.
Tempat berikutnya, sekenem atau berugaq (tempat duduk) memiliki enam kaki dan dikelilingi oleh dinding yang terbuat dari anyaman bambu serta memiliki atap terbuat dari alang-alang.