Berita Bima

Pordasi Bima Tak Terima SE Penghentian Joki Cilik, Tantang Pemerintah Dialog Terbuka

"Dari judul saja sudah miris, joki cilik eksploitasi anak. Kalau judul film bolehlah, ini SE," sentil Pjs Ketua Pordasi Bima, Irfan.

Penulis: Atina | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Dok. Istimewa/Warga
Anak usia di bawah 10 tahun, menjadi joki cilik di Bima untuk menghidupi perekonomian keluarga. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina

TRIBUNLOMBOK.COM, BIMA - Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Bima, menolak Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan Bupati Bima, Hj Indah Dhamayanti Putri terkait penghentian penggunaan joki cilik dalam pacuan kuda.

"Dari judul saja sudah miris, joki cilik eksploitasi anak. Kalau judul film bolehlah, ini SE," sentil Pjs Ketua Pordasi Bima, Irfan.

Menurut Irfan, Pemerintah Kabupaten Bima terlalu cepat menyimpulkan dengan mengatakan joki cilik bentuk eksploitasi anak.

"Karena tidak didasari kajian secara ilmiah," tegasnya.

Baca juga: Gubernur NTB Buka Suara Soal Penggunaan Joki Cilik Pacuan Kuda di Bima

Ia menanyakan, OPD terkait yang membuat SE dan ditandatangani oleh Bupati Bima tersebut memiliki dokumentasi apa sehingga menyebut eksploitasi anak dalam penggunaan joki cilik.

Jika berbicara joki cilik beber Irfan, ada tiga aspek yang harus diperhatikan oleh semua pihak.

Pertama, aspek budaya yang menurut Irfan sudah sangat jelas penggunaan joki cilik bagian dari tradisi warga di Bima dan Pulau Sumbawa pada umumnya.

"Memang iya, awalnya peringatan ulang tahun ratu Wilhelmina saat itu. Awalnya joki itu remaja dan kemudian berkembang, menyesuaikan dengan ukuran kuda yang ikut pacuan hingga sekarang ini yang terlihat, ada joki cilik. Itu tradisi," tegasnya.

Baca juga: Upaya Gubernur NTB Hentikan Joki Cilik dengan Ubah Ukuran Kuda, Aktivis Anak: Bukan Solusi!

Bahkan lanjut Irfan, kuda Bima terkenal di mana-mana sehingga ada semboyan ingat Bima ingat kuda.

Hal tersebut menggambarkan, betapa Bima sangat identik dengan kuda-kudanya.

Kemudian aspek kedua jelas Irfan, aspek olahraga yang bisa dilihat dari keberadaan Pordasi yang masuk dalam organisasi yang diakui Komisi Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Di dalamnya lanjut Irfan, terdapat komisi pacu kuda tradisional dengan kesepakatan pembinaan joki cilik untuk menjadi joki profesional.

"Ini akan ditandingkan pada event-event olahraga besar, seperti PON dan lainnya. Itu harus dimulai dari usia dini," tegasnya.

Aspek ketiga sebut Irfan, aspek ekonomi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved