MUA Berparas Wanita

Kasus MUA Deni Dea Lipa Lombok: Kesalahan Diakui, Penghakiman Tidak Boleh Berlarut

Langkah pendampingan adalah sebagai upaya pemulihan, bukan pembenaran atas kesalahan yang dilakukan Deni.

TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH
KLARIFIKASI - Deni alias Dea Lipa saat memberikan keterangan pers sekaligus mengklarifikasi tuduhan dan fitnah di media sosial terhadap dirinya, di Mataram, Sabtu (15/11/2025). Langkah pendampingan adalah sebagai upaya pemulihan, bukan pembenaran atas kesalahan yang dilakukan Deni. 

Oleh: Dr. H. Ahsanul Khalik 
Staf Ahli Gubernur Bidang Sosial dan Kemasyarakatan

Menanggapi viralnya pemberitaan mengenai Saudara Deni Apriadi Rahman (23) atau Dea Lipa, saya selaku Staf Ahli Gubernur Bidang Sosial dan Kemasyarakatan menyampaikan beberapa hal: 

Kita tentu memahami bahwa reaksi spontan masyarakat atas tindakan Deni adalah hal yang wajar. 

Ketika publik melihat seorang laki-laki tampil mengenakan pakaian perempuan dan bekerja sebagai MUA tanpa mengungkap identitas aslinya, tentu muncul keterkejutan, kekecewaan, bahkan kemarahan. 

Emosi spontan ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan, karena publik menilai berdasarkan nilai sosial, budaya, dan agama yang dijunjung.

Namun setelah Deni mengakui dan menjelaskan kesalahannya, maka penghakiman berlebihan, caci maki, serta kekerasan digital harus dihentikan. Kesalahan tetap kesalahan, tetapi penghukuman yang berlarut justru merusak dan tidak membawa perbaikan bagi siapa pun.

Baca juga: Ketua Muslimat NW Lale Syifaunnufus Prihatin dengan Deni MUA Paras Wanita

Melihat riwayat yang disampaikan Deni, bahwa dia seoarang disabilitas pendengaran, pengalaman perundungan sejak kecil, ini perlu didalami kebenaran nya, apalagu setelah Deni mengalami tekanan publik dalam beberapa hari terakhir, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten melalui Dinas terkait dan juga Tim Khsuus Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma Provinsi NTB, perlu memberikan pendampingan psikologis dan sosial.

Pendampingan ini bertujuan: membantu menata kembali kepercayaan diri dan kesehatan mentalnya, memastikan ia memahami identitas dan peran sosialnya sebagai laki-laki, mengarahkan agar kesalahan serupa tidak terulang.

Langkah ini adalah upaya pemulihan, bukan pembenaran atas kesalahan yang dilakukan Deni.

Saya mengajak masyarakat untuk memberikan ruang bagi Deni memperbaiki hidupnya.

Ia telah menyampaikan klarifikasi dan mengakui kekeliruannya. Kesempatan untuk berubah adalah hak yang harus dimiliki setiap orang.

Kepada Deni, saya berpesan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan tetap menekuni profesinya sebagai MUA secara profesional, dengan menjaga adab serta menghormati norma sosial dan agama yang berlaku di daerah ini.

Kasus Deni menjadi pengingat bahwa media sosial dapat dengan cepat menjadi ruang penghakiman massal. Karena itu, kita semua, baik pemerintah maupun masyarakat, perlu mengambil posisi yang benar: menegur ketika salah, tetapi merangkul ketika seseorang ingin berubah.

 

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved