Wawancara Khusus
Suhardi Soud: KPU Harus Berani Masuk ke Ruang yang Disenangi Anak Muda
Hingga hari ini telah hampir 20 tahun Suhardi Soud berkhidmat menjaga napas demokrasi yang berkualitas.
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Dion DB Putra
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Suhardi Soud, SE, MM, bukan nama baru dalam dunia demokrasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dia terlibat penuh sejak awal masa reformasi di negeri ini.
Saat usianya baru 27 tahun, pria kelahiran Sumbawa itu sudah masuk menjadi bagian dari penyelenggara pemilu di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hingga hari ini telah hampir 20 tahun Suhardi Soud berkhidmat menjaga napas demokrasi yang berkualitas. Banyak sekali pelajaran hidup yang dapat dipetik dari kisah pengabdiannya sebagai penyelanggara pemilu.
Baca juga: Suhardi Soud: Sosialisasi Kepemiluan di NTB akan Dikemas Dekat dengan Dunia Anak Muda
Baca juga: Ketua KPU NTB Sebut TPS Jadi Arena Memperkuat Persaudaraan
Berikut ini petikan wawancara khusus jurnalis TribunLombok.com Dion DB Putra dengan Suhardi Soud, SE, MM., dalam program Trilogi - TribunLombok.com Dialog dan Inspirasi di Kantor KPU NTB di Mataram, Rabu (6/7/2022).
Gong Pemilu 2024 sudah mulai dipanaskan sejak 14 Juni 2022. Apa saja kegiatan yang mulai dijalankan KPU NTB sekarang?
Memang kalau pemilu itu kan hitungannya 20 bulan sebelum hari penghitungan suara. Tahapan mulai masuk, 14 Juni 2022 starting poinnya.
Walaupun 14 Februari 2022 kita sudah melaunching pemilu 2024. Hari H pemungutan suara nanti tepat di hari kasih sayang (14 Februari 2024), hari anak muda. Kita berharap partisipasi pemilih ke depan banyak diwarnai anak muda.
Apa yang dilakukan KPU sekarang ini?
KPU sudah membuka persiapan verifikasi partai politik.
Sekarang partai politik sudah banyak mengambil akun sipol (singkatan dari Sistem Informasi Partai Politik).
Kenapa banyak yang mengambil akun sipol, karena memang KPU sekarang sudah mulai meninggalkan banyak kertas.
Tetapi harus mulai berbasis sistem informasi. Hampir seluruh tahapan pemilu sudah menggunakan sistem informasi.
Partai politik juga harus menyesuaikan dengan membuka akun sipol. Syarat menerima akun sipol tentu harus berbadan hukum, terdaftar di Kemenkumham dan itu sedang dilakukan di Jakarta.
Ya sekarang sudah masuk tahapan Pemilu 2024. Mungkin boleh diceritakan secara garis besar baik secara nasional maupun secara khusus di NTB.
Tahun 2022 ini, pertama kita akan melakukan verifikasi partai politik dari 29 Juli sampai dengan 14 Desember.
Kemudian nanti di bulan Oktober ada pemutakhiran data pemilih, di tahun ini juga akan mulai membuka pendaftaran DPD. Ini yang sedang kita persiapkan.
KPU menyiapkan regulasi, PKPU itu kan harus disampaikan ke DPR untuk mendapatkan masukan, diuji publik supaya legal draftingnya bisa dipertanggungjawabkan.
Pemutakhiran data pemilih sudah kita mulai dari daftar pemilih berkelanjutan. Kita setiap bulan sudah mengupdate data pemilih terbaru berdasarkan siklus bulanan.
Kita menganut data continue, di samping nanti ketika masuk pemutakhiran data pemilih di bulan Oktober, maka itu sudah menjadi tahapan pemiliknya. Kita akan mempersiapkan perangkat hingga ke desa untuk memutakhirkan data pemilih.
Pak Suhardi bisa update kepada Tribunners mengenai jumlah pemilih terakhir di NTB?
Posisi kita di angka 3,7 juta ya.
Dibanding data pemilu sebelumnya ada peningkatan berapa persen?
Ada peningkatan, kita belum melakukan (pendataan) secara masif. Kita masih terus melakukan koordinasi dengan lembaga negara yang lain, kita belum langsung turun ke masyarakat.
Misalnya dengan kementerian pendidikan, dinas-dinas terkait, dengan Ponpes, Kemenag, kita baru meramu dari informasi yang sudah ada.
Tetapi nanti ketika proses yang sudah ada itu kita tentu akan masif sampai ke desa-desa, kita akan menggunakan sistem informasi. Sekarang bisa dicek melalui aplikasi Lindungi Hakmu.
Anak-anak muda sekarang atau yang lain bisa mengecek. Saya tinggal di mana, terdaftar di TPS mana, sudah terdaftar atau belum. Kalau dulu kan kita harus cek ke kelurahan.
Tapi sekarang sudah enggak begitu. Teknologi harus bisa memberikan supporting yang kuat dalam menerjemahkan regulasi.
Jadi, salah satu hal penting dibandingkan dengan pemilu yang lalu adalah sentuhan teknologinya supaya memudahkan pemilih terutama anak muda. Ini yang harus terus-menerus disosialisasikan.
Iya betul karena kalau pemilu tidak masuk ke tend dunia, ini bisa ditinggalkan. Lebih lagi kalau penyelenggaranya tidak memanfaatkan teknologi informasi.
Untuk pemilu 2024, target partisipasi pemilih di NTB seperti apa?
Biasanya KPU memasang target 75 persen, itu angka moderat. Karena kalau 80 persen ke atas cukup tinggi, tergantung dinamika masyarakat yang sangat kuat, itu menambah sembangat untuk menggunakan hak pilih.
Apalagi sekarang, sudah banyak media, tidak hanya cetak, tetapi juga online yang memudahkan orang mengakses informasi, melalui video-video pendek.
Ini juga akan menjadi tren di 2024 bagaimana seorang calon presiden, calon legislatif, calon DPD memanfaatkan informasi tersebut.
Di 2024 nanti kan kita ada dua momen besar yakni pemilu 14 Februari dan pilkada di 27 Oktober. Ini kan menarik sekali, kenapa?
Orang bisa beda koalisi di pilpres tapi di pilkada bisa mencair lagi. Ini tentu akan memudahkan kita agar tidak terjadi lagi polarisasi yang kuat di masyarakat. Karena pada saat yang sama dia juga bisa bersilaturrahim dan berkoalisi.
Setiap kali pemilu, anak muda atau pemilih pemula menempati posisi yang sangat strategis. Ada semacam imbauan atau tips agar partisipasi pemilih pemula tetap tinggi?
Memang tantangan kita adalah bagaimana mengajak anak muda untuk memiliki komitmen kebangsaan, komitmen kenegaraan.
Ketika anak-anak muda ini punya kemauan untuk memahami politik dan kemauan untuk memahami dinamika sosial kemasyrakatan kita, kemudian ikut berpartisipasi, menandakan anak muda kita mulai bertanggung jawab.
Karena bagaimanapun, anak muda kita ini kan merupakan estafet untuk melanjutkan generasi. Nah kalau ada kekosongan antara generasi sebelumnya dengan generasi muda ini akan berbahaya.
Ketika mereka tidak memahami apa itu politik, apa peran presiden, kepala daerah, DPD, legislator, ini akan berbahaya dan kita khawatir, mereka yang nanti akan melanjutkan generasi ini akan stagnan.
Nah ini menjadi tantangan kita bersama baik dari sisi penyelenggara pemilu maupun partai politik untuk mulai menawarkan situasi politik yang menarik bagi mereka.
Apa yang akan dilakukan KPU NTB untuk menggaet partisipasi anak muda?
Kita harus berani masuk ke ruang-ruang yang mereka senangi. Misalnya sosialisasi kita kenapa enggak pakai TikTok?
KPU sudah menginstruksikan agar menggunakan media sosial untuk melakukan itu, karena setiap orang kan bisa menjadi penyampai berita baik secara individu maupun secara kelembagaan.
Kita sudah imbau KPU di Kabupaten/Kota di NTB untuk mengoptimalkan media sosial yang disenangi oleh publik. Kita harus mencari strategi yang anak muda mau menonton itu.
Kalau kita sosialisasi secara biasa, resmi dan formal mungkin mereka tidak akan tertarik. Irama yang menarik, isu-isu yang pas bagi milenial maka itu juga akan memudahkan.
Makanya orang di Facebook, di grup WA bisa saling memasuki. Ini yang kita harapkan agar dimensi positif pemilu ini tidak hanya soal perdebatan, pertarungan.
Tetapi juga ada dimensi kegembiraan. Datang gembira dan happy. Itu makna pesta demokrasi. TPS nanti bisa menjadi ruang untuk mempererat persaudaraan.
Tanggung jawab KPU adalah kegembiraan dalam memilih itu bisa kita transformasikan sampai ke muaranya. Misalnya orang memilih si A, si B atau si C tidak boleh diintervensi. Makanya kemudian KPU menawarkan sistem informasi pada saat pemungutan suara.
Tadi Pak Suhardi menyinggung sedikit soal regulasi, kira-kira regulasi apa yang menjadi fokus KPU untuk disosialisasikan sekarang?
Memang harus kita akui, UU yang digunakan atau regulasi dasar yang digunakan antara 2019 dan 2024 itu sama yakni UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Karena undang-undangnya sama, maka PKPU-nya harus lebih punya lompatan ketimbang yang di 2019 lalu.
Kalau dulu misalnya iklan tidak banyak menggunakan media online, sekarang harus dibuka peluang bagi peserta pemilu untuk melakukan kampanye di media, tidak hanya media cetak. Apalagi sekarang media digital sangat luar biasa, dan ini harus diakomodir oleh KPU dalam membuat regulasi.
Untuk konteks NTB, apa yang menjadi tantangan dan perhatian serius dari KPU?
Kalau NTB, alhamdulilah selama saya di penyelenggara pemilu, ini menjadi periode kedua, masyarakat sudah terbiasa berdemokrasi, tidak sampai berdarah-darah, isu-isunya sudah bisa terkelola dengan baik.
Isu-isu lokal misalnya nggak lagi terlalu kuat. Tapi soal kompetensi soal kapasitas, dan yang terpenting yang ingin saya sampaikan ke publik bahwa masyarakat harus tahu isi pikiran para calon dan kontestan karena mereka inilah yang akan membuat regulasi, mengatur kebijakan.
Ini kan harus diuji juga. Maka harus banyak ruang dari masyarakat untuk menguji kapasitas mereka.
Kenapa tidak nantinya calon presiden, calon gubernur dan bupati buat podcast, atau caleg dilihat isi kepalanya seperti apa. Karena pemilu kita ini mahal, harus menghasilkan orang-orang terbaik. (lalu helmi/bersambung)
Simak wawancara khusus lainnya di sini