Presiden Aspek: Cuti Melahirkan 6 Bulan Tidak Merugikan Perusahaan

Dalam Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA), masa cuti melahirkan ditetapkan selama enam bulan.

Editor: Dion DB Putra
pixabay.com
Ilustrasi. Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak atau RUU KIA mengatur masa cuti melahirkan selama enam bulan. 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Pemberian cuti melahirkan selama enam bulan bagi pekerja perempuan tidak merugikan perusahaan.

Demikian pernyataan Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia ( Aspek), Mirah Sumirat saat dihubungi, Rabu (22/6/2022).

Dalam Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA), masa cuti melahirkan ditetapkan selama enam bulan.

Baca juga: Dikabarkan Bakal Cuti Kuliah di 2022 karena Syuting Film, Fuji Tak Janji Lulus Tepat Waktu

Baca juga: ASN Kota Mataram Diimbau Tidak Tambah Libur Lebaran, Sekda: Cuti Bersama Sudah Panjang

Cuti melahirkan selama enam bulan diikuti pemberian gaji 100 persen untuk tiga bulan pertama dan 75 persen untuk tiga bulan berikutnya.

"Kalau bicara hitung-hitungan bisnis, pelaku usaha malah untung. Menurut kami, itu justru produktif," kata Mirah.

Sebagian perusahaan khawatir memang ketentuan ini bakal merugikan karena lamanya waktu cuti.

Sedangkan biaya pengeluaran untuk membayar gaji relatif tidak berkurang secara signifikan.

Mirah engaku sudah menerima keluhan dari sejumlah pengusaha terkait hal ini.

Menurut dia, tak sedikit pula yang memberikan warning bahwa kelak, jika cuti melahirkan enam bulan disahkan sebagai undang-undang, buruh perempuan kemungkinan bakal sulit mendapatkan kerja atau mengembangkan karier.

Akan tetapi, Mirah memprediksi hal tersebut kecil kemungkinan terjadi secara masif.

"Kenyataannya, selama ini mereka (pengusaha) butuh sekali pekerja perempuan karena, mohon maaf, lebih ulet, lebih tekun, lebih fokus, lebih rajin. Mereka juga mengakui," kata Mirah.

"Saya sampaikan argumentasi saya kepada mereka, meyakinkan mereka justru itu (cuti melahirkan enam bulan) malah nanti bisa lebih menambah produktivitas, kalau perusahaan memberikan ruang kesempatan untuk mereka cuti lebih lama," ungkap Mirah.

Ia beralasan, pemberian cuti dalam waktu yang ideal dinilai bakal membuat buruh perempuan akan lebih produktif dan fokus setelah masa cuti.

Buruh perempuan dinilai akan lebih yakin untuk meninggalkan bayinya di usia enam bulan ketimbang di usia tiga bulan sebagaimana cuti hamil saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.

Selama ini masa cuti hamil atau melahirkan yang terlalu singkat justru membuat buruh perempuan kerap mengajukan izin absen untuk mengurus buah hati atau alasan kesehatan.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved