Resepnya Dipelajari Bertahun-tahun, Mi Aceh di Lombok Ini Sukses Gaet Banyak Pelanggan

Koko mengembangkan resep mi Aceh miliknya sejak lima tahun yang lalu, namun baru berani merealisasikan ide untuk berjualan mi Aceh pada tahun 2020.

Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBYAN ABEL RAMDHON
Mi Aceh Telor Mikoi buatan Koko. 

Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Robbyan Abel Ramdhon

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT – Mencicipi kuliner mi Aceh sekarang bisa dinikmati di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Kuliner tersebut kini dikembangkan oleh mahasiswa Muhammadiyah Mataram jurusan Hukum bernama Raden Wahyu Prasetyo Rosadi atau akrab disapa Koko.

Koko mengembangkan resep mi Aceh miliknya sejak lima tahun yang lalu, namun baru berani merealisasikan ide untuk berjualan mi Aceh pada tahun 2020.

Baca juga: Warga Mandalika Banjiri Bakti Sosial Nasional Mahasiswa Kedokteran Seluruh Indonesia di Nurul Bilad

Baca juga: Polda NTB Bongkar Kejanggalan dalam Perekrutan CPMI, Pelatihan Tak Sinkron dengan Pekerjaan

“Mulanya hobi masak. Pelanggan pertama keluarga, terus teman, terus akhirnya buka outlet sendiri,” kenang Koko, Sabtu (4/6/2022).

Koko bercerita, sejak dulu dirinya sudah menyukai mi Aceh, terutama saat merantau sebagai pelajar di Jawa Timur.

Penasaran dengan resep mi Aceh, Koko mempelajarinya di internet hingga berkeliling ke berbagai warung mi Aceh yang diketahuinya.

“Saya banding-bandingkan rasanya. Memang berbeda-beda, tapi yang paling menonjol adalah rasa rempah-rempah yang tajam,” kata Koko.

Setelah kembali ke Lombok pada tahun 2018, pemuda asal Mataram itu kemudian melakukan observasi untuk melihat peluang bisnis di bidang kuliner.

Dari hasil observasinya, ia pun mengetahui, hampir tidak ada F&B di Lombok yang menjual mi Aceh, sementara mi dengan jenis lain banyak.

“Banyak yang jualan mi, artinya banyak yang suka mi. Tapi saya langsung berpikir buat menawarkan mi yang berbeda, yaitu mi Aceh. Dan betul, rasanya pun cocok dengan lidah orang sini,” ungkap Koko.

Koko menjelaskan, ia juga banyak belajar dari pelanggan. Ada pelanggan yang suka dengan rasa rempah-rempah yang tajam, ada juga yang tidak terlalu suka rempah-rempah.

Seiring perjalanan, akhirnya Koko mampu menciptakan resep sendiri yang dianggapnya mampu berdiri di antara kedua perbedaan selera itu.

“Bikinnya sebentar. Tapi untuk mempelajari formula resepnya itu butuh bertahun-tahun, tidak singkat. Sampai akhirnya bisa berterima menjadi varian-varian rasa seperti seafood, ayam hingga telur,” jelasnya.

Sebelumnya Koko membuka sejumlah outlet di daerah Lombok Barat dan Kota Mataram, tapi karena pandemi covid-19, ia pun menghemat operasional dengan memfokuskan usahanya di satu lokasi saja.

Menurutnya, tahap pemilihan bahan menjadi yang paling penting dalam proses pembuatan mi Aceh.

“Kita beli bahan hampir setiap hari, karena kita tegas untuk Fresh Everyday (segar setiap hari). Nah sementara sayur yang baru datang itu cenderung lebih mahal ketimbang yang sudah didiamkan dua atau tiga hari,” tutur Koko.

Warung Mi Aceh atau yang bernama Mikoi milik Koko beroperasi setiap hari di Jl Panca Usaha No.7C Cakranegara sebelum Hotel Aston Mataram.

Adapun harga menu mi aceh yang ditawarkan relatif terjangkau, mulai dari Rp15 ribu hingga Rp25 ribuan. Tidak hanya mi Aceh, Mikoi juga menjual aneka kuliner lain seperti nasi goreng dan minuman jus.

“Alhamdulillah, dengan harga terjangkau dan kualitas selalu segar, Mikoi dapat diterima oleh pelanggan. Bahkan banyak yang jauh-jauh datang dari Sumbawa ke Mataram cuma untuk mencicipi mi Aceh buatan saya,” ucap Koko, bangga.

(*)

 

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved