Setelah Desa Mareje Damai, Polda Dorong Pembentukan Satgas Penanganan Konflik Sosial se-NTB

Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) mendorong terbentuknya satuan tugas (Satgas) penanganan konflik sosial di tiap daerah di NTB.

Editor: Sirtupillaili
Dok.Polda NTB
Kapolda NTB Irjen Pol Djoko Poerwanto (kanan) bersama Gubernur NTB Zulkieflimansyah (dua dari kanan) saat mendamaikan dua kelompok warga di Desa Mareje, Lombok Barat, Rabu (18/5/2022). 

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) mendorong terbentuknya satuan tugas (Satgas) penanganan konflik sosial tingkat provinsi dan kabupaten/kota se-NTB.

"Terbentuknya satgas terpadu akan memudahkan koordinasi, dalam upaya penanganan setiap permasalahan atau konflik sosial di tengah masyarakat," kata Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto, dalam keterangan persnya, Rabu (18/5/2022).

Dengan terbentuknya satgas terpadu, lanjut Artanto, juga akan memudahkan upaya antisipasi munculnya konflik.

Satgas terpadu tersebut nantinya terdiri dari berbagi unsur yang memudahkan perumusan rencana aksi penanganan konflik sosial.

Sehingga tercipta stabilitas dan keamanan yang semakin kondusif.

Baca juga: Polda NTB Kerahkan Satgas Penanganan Konflik untuk Redam Ketegangan di Desa Mareje


 
“Pencegahan konflik yang diimplementasikan melalui penyusunan rencana aksi penanganan konflik sosial, nantinya bisa dirumuskan oleh satgas terpadu tingkat provinsi dan satgas seluruh kabupaten/kota,” katanya.
 
Legalitas pembentukan satgas terpadu merujuk Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 42 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Koordinasi Penanganan Konflik Sosial.

Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas penanganan gangguan keamanan secara terpadu.

Pembentukan satgas ini juga sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
 
Artanto menjelaskan, tiga strategi dalam kerangka regulasi upaya pencegahan konflik sosial.

Pertama, regulasi terkait kebijakan dan strategi pembangunan, yang sensitif terhadap konflik dan upaya pencegahan konflik.

Kedua, kerangka regulasi bagi kegiatan penanganan konflik.

Meliputi upaya pemberhentian kekerasan dan pencegahan jatuhnya korban manusia maupun harta benda.
 
Ketiga, penanganan pasca konflik, yaitu ketentuan yang berkaitan dengan tugas penyelesaian sengketa atau proses hukum.

Serta kegiatan pemulihan, reintegrasi dan rehabilitasi.
 
“Hal ini diperlukan satuan tugas terpadu dalam implementasinya. Itulah mengapa kita dorong terbentuknya satgas terpadu tersebut,” tutupnya.
 
(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved