Cerita Pepadu Angin Ribut, Bertarung sejak Bangku SD hingga Mendirikan Pangguyuban Peresean

Sahnan atau dikenal dengan julukan Angin Ribut merupakan seorang pepadu (petarung) peresean yang disegani di Pulau Lombok.

Penulis: Jimmy Sucipto | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/JIMMY SUCIPTO
Sahnan atau dikenal sebagai Angin Ribut yang memulai karier peresean sejak dini, di Taman Mayura, Jumat (13/5/2022). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Jimmy Sucipto

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Sahnan atau dikenal dengan julukan Angin Ribut merupakan seorang pepadu (petarung) peresean yang disegani di Pulau Lombok.

Setelah pensiun sebagai pepadu, kini dia tetap aktif melestarikan seni tradisi peresean masyarakat Sasak Lombok.

Meski tidak lagi bertarung, dia menjadi juri di setiap acara peresean.

Kepada TribunLombok.com, sang Angin Ribut menceritakan bagaimana ia memulai kariernya sebagai pepadu, di Taman Mayura, Jumat (13/5/2022).

Sahnan mulai menyukai peresean sejak duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar (SD).

Baca juga: Sengitnya Tarung Peresean Arya Kamandanu vs Burik Gegenteng di Taman Mayura

Angin Ribut lahir pada tahun 1970 dan memulai kariernya sejak dini karena memiliki garis keturunan Pepadu.

"Dari kakek, nenek, hingga buyut saya adalah pepadu," kata Sahnan.

Dengan segudang pengalamannya, ia menjelaskan berbagai perbedaan peresean dari masa lampau dan zaman sekarang.

"Dulu kita tidak dapat uang saat masih kecil, hanya dapat sabun, sendal, permen. Sukur-sukur kalau dapat baju," ucap Ayah enam anak itu.

Pada praktiknya pepadu zaman kini, telah mendapatkan sejumlah amplop dan uang transportasi.

"Kalau sekarang sih peresean apa aja ada uangnya," katanya.

Baca juga: Pepadu Cilik Bintang Kecil, Dorong Budaya Peresean Sejak Dini

Selain itu, ia menggambarkan kisah perjalanan kariernya di masa muda, hingga mendapatkan julukan Angin Ribut.

Sahnan sendiri mendapati julukan Angin Ribut akibat pukulannya yang brutal dan membabi buta sejak pluit dibunyikan.

Kebrutalan pukulannya itu digambarkan sebagai Angin Ribut oleh penggemarnya.

"Tidak ada habisnya saya hujani musuh dengan pukulan rotan hingga pluit istirahat," beber Angin Ribut.

Pukulannya yang brutal ini membuatnya disegani pepadu lainnya.

"Pada umur 25 tahun ke atas, saya selalu mengalahkan musuh di bawah ronde tiga, kalau bisa bertahan berarti dia kuat," tekan Angin Ribut.

Namun, ia merendah dengan mengatakan ada musuh yang lebih kuat dari dirinya.

Meski sering menang, ia tetap mengatakan bahwa ia juga pernah kalah.

Dengan kemenangan dan kekalahannya itu, Angin Ribut tidak menampik adanya ilmu hitam di setiap pertandingan peresean.

"Mohon maaf ya, ada beberapa ilmu hitam yang pernah membuat saya kalah," tuturnya.

Angin Ribut mengatakan, beberapa ilmu hitam seperti pergelangan tangan kaku, rotan (penjalin) licin, hingga tidak bisa melihat musuh dengan jelas.

Adapun perang ilmu hitam turut dipraktikan oleh beberapa orang yang duduk di barisan penonton.

"Yang duduk-duduk di bagian pepadu itu juga turut menggunakan. Ilmu hitamnya digunakan selain untuk bertahan juga untuk menyerang," jelas Angin Ribut.

Namun, Angin Ribut sudah tidak berkecimpung lagi di dalam arena sebagai pepadu.

Dia memilih menjadi wasit utama sekaligus pendiri Pangguyuban Peresean Angin Ribut.

Sebagai wasit, Angin Ribut sering mendapati perbedaan pendapat antar pangguyuban yang bertarung di dalam arena karena penilaian juri.

"Padahal kita sudah se-normal mungkin dan se-netral mungkin, tapi tetap diprotes," tuturnya.

Penilaian juri sendiri diambil dari beberapa hal, pukulan di pinggang nilai 1, bagian badan nilai 2, bagian kepala nilai 3.

Namun, penilaian ini berbeda dengan peresean tahun 2000 ke bawah ucap Angin Ribut.

"Pinggang 5, Badan Bawah Leher 7, Kepala 10. Tapi dirubah karena banyak perselisihan," Ungkapnya.

Dengan perubahan penilaian dari dua wasit pojok dan satu wasit utama, diharapkan bisa meredam perselisihan.

Selain menjadi wasit, Angin Ribut turut melestarikan peresean dengan membangun Pangguyuban Peresean Angin Ribut.

Murid-murid yang dilahirkan cukup disegani lawan-lawannya. Salah satunya memiliki nama panggung Selandeq.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved