Berita Lombok Barat
Terkena Imbas Pembangunan Bendungan dan Gempa Bumi, Kondisi SDN 3 Bukit Tinggi Masih Mengenaskan
Di kesempatan itu pula, Gubernur Zulkieflimansyah juga mempertanyakan peran dari Pemerintah Daerah Lombok Barat.
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Lalu Helmi
Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT – Peserta didik SDN 3 Bukit Tinggi, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, tampak senang saat dikunjungi rombongan Gubernur NTB Zulkieflimansyah pada Sabtu (23/4/2022).
Kesan penuh pengharapan tersirat di wajah mereka.
Sikap-sikap canggung bertemu orang asing pun terasa mencolok saat para siswa perempuan mulai memainkan qasidah untuk menyambut tamu.
Baca juga: Gubernur NTB Kunjungi SDN 3 Bukit Tinggi, Ada Titik Terang Pembangunan Gedung Sekolah
Baca juga: Asyiknya Ngabuburit di Bukit Merese, Spot Sunset Menjadi Unggulan
Selama ini, memang tak banyak pemandangan berbeda yang bisa mereka lihat, selain bangunan kelas sementara dan proyek bendungan di seberang tempat mereka belajar.
Ketika gempa bumi menimpa Lombok 2018, SDN 3 Bukit Tinggi menjadi salah satu bangunan yang terdampak hingga harus direnovasi.
Belum selesai perbaikan akibat gempa, menyusul kemudian proyek pembangunan bendungan yang membuat pihak sekolah perlu mencari lokasi alternatif agar proses belajar-mengajar tak terkena imbas yang lebih parah.
Jarak antara proyek bendungan dan lokasi belajar yang kini mereka tempati hanya dibatasi oleh jembatan dan jalan setapak yang panjangnya kurang dari satu kilo.
Namun debu proyek, getaran alat berat, dan suara-suara ledakan yang menyangkut aktivitas pembangunan, menjadi sedikit dari banyak deretan masalah yang mengganggu para peserta didik saat belajar.
Sejak empat tahun lalu, dua ruangan dibangun sekenanya untuk difungsikan sebagai kelas. Dari dua ruangan itu, jumlah kursi-bangku tak mencapai 20 pasang.
Bahkan, sepertinya dua kelas itu jarang digunakan sebagai tempat belajar. Terlihat dari debu-debu yang melapisi nyaris seisi ruangan.
Pada Februari awal tahun silam, seorang guru wali bernama Kasirun, bercerita kepada Tribunlombok.com, bahwa proses belajar-mengajar dilakukan mengikuti arus cuaca.
Ia mengatakan, para guru dan siswa lebih sering berpencar ke dalam hutan atau tepi sungai untuk mencari lokasi yang lebih luas agar cukup menampung jumlah siswa.
Syukur jika cuaca cerah selama proses belajar berlangsung. Sebab jika, katakanlah, terjadi hujan, maka kelas terpaksa dibubarkan.
Kata Kasirun, kalau mau dihitung-hitung, sebenarnya banyak yang bisa menjadi alasan para siswa tidak datang lagi untuk sekolah.