Kualitas SDM Biang Kerok Pengangguran di NTB, Ini Strategi yang Dilakukan Pemerintah Daerah
Rendahnya kualitas SDM masih menjadi salah satu penyebab tingginya angka pengangguran di Nusa Tenggara Barat (NTB). Persoalan ini menjadi tantangan.
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi membenarkan kualitas SDM menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi angka pengangguran.
Hal itu disampaikannya saat ditemui Tribunlombok.com pada Selasa (19/4/2022).
Ia mengatakan, pihaknya bekerjasama dengan asosias-asosiasi perusahaan dan serikat pekerja untuk mengembangkan potensi SDM di NTB.
Tindakan ini sebagai respons atas berbagai gelaran event ekonomi pariwisata di NTB hingga 10 tahun ke depan.
Menurutnya, dari event-event tersebut, NTB memiliki peluang sebesar 70 persen untuk menyumbang tenaga kerja lokal.
Angka ini pun diperkirakan dapat memangkas tingkat pengangguran.
“Untuk bisa menyerap 70 persen (tenaga kerja lokal) itu, SDM kita harus disiapkan kompetensinya sesuai dengan kebutuhan industri,” tegasnya.
Baca juga: Kadis Perpustakaan dan Kearsipan NTB: Jumlah Buku Minim Pengaruhi Tingkat Literasi di NTB
Baca juga: Momen Mencekam Alfamart Gambut Roboh, Miring ke Kiri Lalu Ambruk, Saksi: Saya Kira Pesawat Jatuh
Data Disnakertrans NTB menunjukkan, pada Agustus tahun 2020, angkatan kerja di NTB mencapai 2,69 juta orang.
Meningkat sebanyak 81,77 ribu orang dibandingkan 2019.
Sementara, jumlah pengangguran kondisi Agustus 2020 sebanyak 113,43 orang.
Mengalami kenaikan sebesar 32,67 persen disbanding Agustus 2019.
Lalu ada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 70,45 persen per Agustus 2020.
Angka ini naik sebesar 0,98 persen poin dibandingkan tahun sebelumnya.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) naik sebesar 0,94 persen poin menjadi 4,22 persen dibandungkan dengan Agustus 2019.
Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT tertinggi terdapat penduduk berstatus lulusan SMA Kejuruan sebesar 9,71 persen.
Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan di Provinsi NTB periode September 2020 mengindikasikan penurunan kinerja dibandingkan periode Maret 2020 dan September 2019.
Angka kemiskinan per September 2020 tercatat sebesar 14,23 persen.
Meningkat dari periode Maret 2020 yang sebesar 13,97 persen dan periode September 2019 yang sebesar 13,88 persen.
Bahkan, persentase kemiskinan di NTB lebih besar dari angka kemiskinan nasional (Indonesia) yang masih berada dalam hitungan satu digit, yakni 9,71 persen.
Kenaikan ini diperkirakan seiring dengan meningkatnya tekanan pada lapangan usaha dan penurunan kondisi ketenaga kerjaan di masa pandemi Covid-19.
Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan NTB Julmansyah mengemukakan pendapat serupa mengenai SDM NTB.
Menganalisis sesuai bidangnya, ia mengatakan, kualitas SDM NTB sejalan dengan angka membaca buku masyarakatnya.
Menurut Kadis Julmansyah, rasio ketersediaan buku di NTB masih rendah.
Sehingga banyak masyarakat yang tidak bisa mengakses informasi dan pengetahuan tentang kebutuhan atau solusi atas masalahnya.
“Sebenarnya bukan itu (minat membaca) masalahnya, masalahnya pada rasio buku. Orang mau baca apa kalau buku tidak tersedia, sementara rasio buku kita satu banding sembilan puluh. Satu buku ditunggu oleh sembilan puluh orang,” ungkap Kadis Julmansyah, dikonfirmasi terpisah.
Berkaitan dengan itu, Kadis Julmansyah singgung peran-peran perpustakaan yang ada di desa.
Menurutnya, keberadaan perpustakaan yang ada di desa-desa, mestinya dapat mendorong peningkatan literasi masyarakat dan dapat menjawab solusi permasalah SDM.
“Kita berharap pemerintah desa, dengan APBDes bisa dibelanjakan untuk pembelian buku, itu salah satu cara meningkatkan kapasitas SDM masyarakat desa," ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya bersama Perpustakaan Nasional mencetuskan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial.
“Itu unitnya di desa. Jadi desa menyiapkan buku-buku yang relevan dengan sumber daya dan masalah masyarakatnya. Sehingga kehadiran perpustakaan desa mampu menjadi solusi bagi permasalahan yang dihadapi di desa,” jelasnya.
Kadis Julmansyah mencontohkan, sebuah desa memiliki potensi pengembangan perkebunan kemiri, masyrakatnya dapat belajar mengembangkan potensi tersebut melalui buku-buku yang tersedia.
Dari contoh kasus tersebut, ia kemudian sependapat, bahwa minat literasi rendah dapat berakibat negatif terhadap kualitas SDM.
Kemampuan literasi itu bukan hanya kemampuan membaca, tapi juga kemampuan menginterpretasi apa yang dibaca.
"Bagi kami di perpustakaan, literasi itu juga kemampuan menciptakan barang dan jasa. Kalau sekadar kemampuan baca-tulis, itu disebutnya literasi dasar,” tegasnya.
(*)