Sejarah Tambora

Hari Ini 207 Tahun Lalu: Letusan Tambora Membuat Eropa Tanpa Musim Panas, 71 Ribu Orang Tewas

Sebanyak 10.000 orang tewas secara langsung akibat letusan Gunung Tambora dan sisanya karena bencana kelaparan dan penyakit yang mendera.

Editor: Dion DB Putra
Tribunlombok.com/Setya Krisna Sumarga
KALDERA TAMBORA - Panorama kaldera Tambora diabadikan dari sisi timur puncak gunung di jalur pendakian Piong, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. 

TRIBUNLOMBOK.COM- Hari ini 207 tahun yang lalu, Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) meletus hebat.

Gunung legendaris itu meletus pada 10 April 1815.

Live Science menulis, pada tahun 1815, Gunung Tambora di Pulau Sumbawa meletus dengan kekuatan 1.000 megaton TNT. Hal itu menjadikannya letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah.

Baca juga: Kerajaan Tambora Lenyap Ditelan Lautan Abu dan Pasir Letusan Gunung

Baca juga: Heinrich Zollinger, Orang Pertama yang Mendaki Tambora Sesudah Meletus Hebat

Ledakan Tambora kala itu melontarkan sekitar 140 miliar ton magma.

Tidak sekadar membunuh lebih dari 71.000 orang di pulau Sumbawa, tapi abu keluar dari kawah gunung itu menciptakan anomali iklim global. Sebagian ahli menyebut angka 91.000 jiwa.

Sebanyak 10.000 orang tewas secara langsung akibat letusan Gunung Tambora dan sisanya karena bencana kelaparan dan penyakit yang mendera.

PUNCAK TIMUR - Panorama di bibira kaldera sisi timur Gunung Tambora dari jalur Piong, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima, NTB.
PUNCAK TIMUR - Panorama di bibira kaldera sisi timur Gunung Tambora dari jalur Piong, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima, NTB. (Tribunlombok.com/Setya Krisna Sumarga)

Jumlah ini belum termasuk kematian yang terjadi di negara-negara lain, termasuk Eropa dan Amerika Serikat.

Eropa dan Amerika didera bencana kelaparan akibat abu vulkanis Tambora yang menyebabkan tahun tanpa musim panas di dua benua itu.

Jika kehancuran di sekitar Tambora disebabkan terpaan awan panas, kematian massal berskala global justru disebabkan pendinginan Bumi pascaletusan 10 April 1815.

Pada tahun berikutnya, 1816, tidak terjadi musim panas. Salju turun di bulan Juni di Albany, New York. Total penurunan suhu bumi saat itu mencapai 0,4 sampai 0,7 derajat celsius.

Dampaknya berupa kegagalan panen global. Sungai es terlihat pada bulan Juli di Pennsylvania. Ratusan ribu orang mati kelaparan di seantero pelosok dunia.

Magnitudo letusan Tambora, berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI), berada pada skala 7 dari 8, hanya kalah dari letusan Gunung Toba (Sumatera Utara), sekitar 74.000 tahun lalu, yang berada pada skala 8.

Material vulkanik yang mengalir ke lautan menyebabkan gelombang tsunami dengan ketinggian 4 meter.

Kronologi

Kronologi kejadian di Tambora disarikan "Transactions of the Batavian Society" Vol VIII, 1816, dan dan "The Asiatic Journal" Vol II, Desember 1816, adalah sebagai berikut.

Sumanap (Sumenep), 10 April 1815

Sore hari tanggal 10, ledakan menjadi sangat keras, salah satu ledakan bahkan mengguncang kota, laksana tembakan meriam.

Menjelang sore keesokan harinya, atmosfer begitu tebal sehingga harus menggunakan lilin pada pukul 16.00.

Pada pukul 19.00 tanggal 11, arus air surut, disusul air deras dari teluk, menyebabkan air sungai naik hingga 4 kaki dan kemudian surut kembali dalam waktu empat menit.

Baniowangie (Banyuwangi), 10 April 1815

Pada tanggal 10 April malam, ledakan semakin sering mengguncang bumi dan laut dengan kejamnya.

Menjelang pagi, ledakan itu berkurang dan terus berkurang secara perlahan hingga akhirnya benar-benar berhenti pada tanggal 14.

Fort Marlboro (Bengkulu), 11 April 1815

Suaranya terdengar oleh beberapa orang di permukiman ini pada pagi hari tanggal 11 April 1815.

Beberapa pemimpin melaporkan adanya serangan senjata api yang terus-menerus sejak fajar merekah. Orang-orang dikirim untuk penyelidikan, tetapi tidak menemukan apa pun.

Kaldera Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat
Kaldera Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (Wikipedia)

Suara yang sama juga terdengar di wilayah-wilayah Saloomah, Manna, Paddang, Moco-moco, dan wilayah lain. Seorang asing yang tinggal di Teluk Semanco menulis, sebelum tanggal 11 April 1815 terdengar tembakan meriam sepanjang hari.

Grissie (Gresik, Jawa Timur), 12 April 1815

Pukul 09.00, tidak ada cahaya pagi. Lapisan abu tebal di teras menutupi pintu rumah di Kradenan.

Pukul 11.00 terpaksa sarapan dengan cahaya lilin, burung-burung mulai berkicau mendekati siang hari. Pukul 11.30 mulai terlihat cahaya matahari menerobos awan abu tebal.

Pukul 05.00 sudah semakin terang, tetapi masih tidak bisa membaca atau menulis tanpa cahaya lilin.

Makassar, 12-15 April 1815

Pada 12-15 April udara masih tipis dan berdebu, sinar matahari pun masih terhalang. Dengan sedikit dan terkadang tidak ada angin sama sekali.

Pagi hari, 15 April 1815, kami berlayar dari Makassar dengan sedikit angin. Di atas laut terapung batu-batu apung, dan air pun tertutup debu.

Di sepanjang pantai, pasir terlihat bercampur dengan batu-batu berwarna hitam, pohon-pohon tumbang. Perahu sangat sulit menembus Teluk Bima karena laut benar-benar tertutup.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com berjudul Hari Ini dalam Sejarah: Letusan Gunung Tambora, Tewaskan 71.000 Jiwa dan Eropa Tanpa Musim Panas

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved