Berita Bima

Mahasiswa Tolak Rencana Tambang Bijih Besi di Langgudu Bima, Ingatkan Potensi Konflik pada Rakyat

Persatuan Mahasiswa Langgudu Bima menolak keras dan mendesak pada pemerintah daerah agar segera mencabut ijin tambang tersebut

Penulis: Atina | Editor: Wahyu Widiyantoro
pexels.com
Ilustrasi kegiatan pertambangan 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina

TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Kelompok mahasiswa Langgudu Bima menolak masuknya eksploitasi tambang bijih besi di wilayah tersebut.

Rencana masuknya tambang bijih besi di wilayah Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima sudah menjadi kekhawatiran bagi warga.

Untuk itu, Persatuan Mahasiswa Langgudu Bima menolak keras dan mendesak pada pemerintah daerah agar segera mencabut ijin tambang tersebut.

Baca juga: Warga Desa Campa Madapangga Bima Bangun Jembatan Darurat Gunakan Kayu Jati

Baca juga: Baru Dilantik, Staf Ahli Bupati Bima Jadi Tersangka Kasus Korupsi Bansos untuk Korban Kebakaran

Ketua Umum Persatuan Mahasiswa Langgudu Bima Edi Susanto menyampaikan, pada tahun 2010 lalu, Bupati Bima Almarhum H Fery Zulkarnaen mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tambang.

SK tersebut jelasnya, dikenal dengan SK 188 untuk ijin pertambangan di wilayah kabupaten Bima termasuk Langgudu.

Rencananya, luas kawasan yang akan dieksploitasi seluas 14.340 hektare dengan masa kontrak hingga tahun 2034 mendatang.

Rencananya tambang tersebut akan dilaksanakan oleh PT Bima Ferindo dengan aktivitas tambang biji besi.

"Maka dengan itu saya selalu Ketua umum persatuan mahasiswa Langgudu Bima meminta kepada DPRD Kabupaten Bima, Bupati Bima, Gubernur NTB dan Dinas perizinan untuk sama-sama mencabut izin tambang biji besi yang ada di Langgudu," kata Edi.

Ia mengaku, mahasiswa akan menanggung apapun resiko dari sikap penolakan terhadap tambang di Langgudu Bima.

Alasan utama penolakan tambang itu menurut Edi, dampak buruk bagi lingkungan yang akan bersentuhan langsung dengan kehidupan warga Langgudu.

Apalagi, wilayah Kecamatan Langgudu tidak hanya terdiri dari pegunungan tapi juga pesisir.

Sedangkan merujuk pada ketentuan AMDAL, kawasan pertambangan haruslah pegunungan yang jauh dari kawasan laut.

"Tidak sesuai dengan ketentuan AMDAL itu," tegasnya.

Edi bersama rekan mahasiswa Langgudu lainnya mengingatkan pemerintah, jika terus memaksa membuka pertambangan maka akan memicu konflik dan tragedi di masyarakat. (*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved