Dua Joki Cilik Kehilangan Nyawa di Arena Pacuan Kuda, Aktivis Anak Desak Gubernur NTB Bersikap

Para aktivis anak mendesak Gubernur NTB bersikap tegas dalam setiap kasus tewasnya joki cilik di Bima, Pulau Sumbawa. Stop penggunaan joki cilik.

Editor: Sirtupillaili
Dok.IMR
Anak-anak di Pulau Sumbawa, NTB menjadi joki dalam lomba pacuan kuda yang menjadi salah satu objek wisata di NTB. 

TRIBUNLOMBOK.COM, BIMA - Penggunaan joki usia anak dalam pacuan kuda di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebabkan dua joki anak tewas.

Joki atas nama Muhammad Sabila Putra (9), meninggal 19 Oktober 2019.

Kemudian baru-baru ini, joki atas nama Muhammad Alfin (6), tewas 6 Maret 2022.

Keduanya berasal dari Bima, Provinsi NTB.

Hal ini belum termasuk jumlah anak yang cacat akibat terjatuh dari kuda.

Rentetan kasus ini membuat aktivis anak meminta pemerintah tidak berdiam diri.

Kasus demi kasus tersebut harus menjadi perhatian serius.

"Joki anak merupakan eksploitasi dan telah menempatkan anak dalam keadaan berbahaya, mengancam tumbuh kembang anak. Maka sepatutnya pacuan kuda yang melibatkan anak sebagai joki harus dihentikan," kata Yan Mangandar, selaku kordinator Koalisi Stop Joki Anak NTB, Senin, 28 Maret 2022.

Baca juga: Menteri PPPA Minta Hentikan Penggunaan Joki Cilik dan Moratorium Pacuan Kuda di Bima 

Baca juga: Potret Pacuan Kuda di Bima: Antara Hobi Kalangan Elite, Penjudi, dan Nyawa Joki Cilik 

Ia menambahkan, Menteri Pemeberdayaan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah menyerukan untuk stop penggunaan joki cilik.

"Namun sampai hari ini pemerintah daerah terkesan membiarkan kejahatan kemanusiaan ini terus terjadi," kata Yan Mangandar.

Menurutnya, sesuai amanat konstitusi, pemerintah dalam hal ini gubernur NTB dan bupati/wali kota se-NTB menjamin setiap anak untuk hidup dan berkembang.

Serta berhak atas perlindungan dari kekerasan.

Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak pun menegaskan, segala sesuatu hendaknya mempertimbangkan kepentingan anak.

"Tidak menempatkan anak dalam keadaan berbahaya dan penelantaran atau perlakukan salah," ujarnya.

Dalam kasus penggunaan joki cilik, sepatutnya kepala daerah, terutama gubernur NTB segera memberikan perlindungan hukum terhadap setiap anak di arena pacuan kuda.

Baca juga: Joki Cilik di Bima Meninggal Usai Jatuh saat Latihan, Orang Tua Kaget: Ada Setan Ganggu Anak Saya

Salah satu solusinya, kata Yan, gubernur menerbitkan Peraturan Gubernur NTB (Pergub) terkiat pelarangan joki anak.

Hal ini sebagai pelaksanaan dari Perda Provinsi NTB Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak.

Atau melanjutkan pembahasan Pergub tentang Perlindungan Anak dari Zona Bebas Pekerjaan Terburuk Bagi Anak di Provinsi NTB tahun 2019.

Menyikapi kasis ini, Koalisi Stop Joki Anak yang terdiri dari beragam organisasi dan lembaga perlindungan anak ini akan menggelar aksi, 30 Maret 2022 mendatang.

Tuntutan utama koalisi yakni meminta pemerintah mengentikan penggunaan joki anak dalam pacuan kuda di seluruh wilayah NTB.

Serta mendesak Menteri Kemen PPPA mencabut penghargaan kota/kabupaten Layak Anak (KLA) jika masih menggunak Joki Anak dalam pacuan kuda.

"Kami juga meminta gubernur NTB segera menerbitkan aturan, baik peraturan gubernur atau lainnya yang mengatur secara tegas pelarangan penggunaan joki Anak dalam pacuan kuda," tegas Yan Mangandar.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved