Wisata Lombok
Mengenal Tarian Suling Dewa di Bayan, Tari Ritual Pemanggil Hujan hingga Pengusir Hama
Tarian Suling Dewa merupakan salah satu tarian yang digunakan masyarakat adat Bayan dalam ritual memanggul hujan saat musim kemarau.
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK UTARA - Rinjani Begawe Festival dibuka dengan tari tradisional Suling Dewa, di kantor Desa Senaru, Lombok Utara, Kamis, 10 Maret 2022.
Sebuah tarian yang dilestarikan masyarakat adat Bayan secara turun temurun hingga saat ini.
Tarian ini tergolong sakral karena menjadi bagian dari ritual memanggil hujan saat musim kemarau.
Pada saat dimainkan, tarian ini dilakukan dua pasang penari pria dan wanita.
Ditambah satu pemain suling dan satu orang pembaca hikayat.
Hikayat yang mengiringi tarian Suling Dewa diyakini menjadi medium permohon agar hujan diturunkan ke bumi untuk menyuburkan alam.
Karena sakral, tarian ini tidak dilakukan oleh sembarang orang.
Tarian hanya bisa dilaksanakan di bawah pimpinan tokoh adat atau sesepuh desa.
Baca juga: Anak Muda Bayan Menjaga Warisan Wetu Telu di Lombok Utara
Baca juga: Liburan Akhir Pekan di Lombok, Santai Sejenak Wisata di Rinjani Lodge Desa Senaru
Dalam ritual tersebut, mereka perlu menyiapkan sesaji berupa kembang, makanan, dan kapur sirih sebagai kelengkapan ritual.
Bahkan bunyi seruling yang dikeluarkan harus keluar langsung dari seruling yang dikeramatkan turun-temurun.
Bukan suara rekaman dari alat elektronik.
Baca juga: Pendakian Rinjani Dibuka Mulai 16 Maret, Wagub NTB: Tak Boleh Buang Putung Rokok di Gunung Lagi!
Masyarakat setempat menyebut tarian Seruling Dewa umumnya dilakukan pada waktu-waktu tertentu.
Tidak hanya saat musim kemarau, kini tarian ini dipentaskan untu menyambut tamu-tamu penting atau acara kenegaraan.
"Kan langsung hujan," kata Aisyah, panitia Rinjani Begawe Festival, yang menyaksikan turunnya hujan tidak lama setelah tarian suling dewa dilaksanakan.