Opini
Putin di Antara Tragedi dan Puisi
Sehari kemudian, di medan perang itu, ia terbang bersama malaikat maut dalam mengemban misi pemimpinnya, selamanya.
Di masa kepemimpinan Volodymyr Zelensky, di sisi lain, Amerika pun menunjukan isyarat akan mengajak Ukraina bergabung ke dalam NATO. Putin memberikan peringatan, ia akan lakukan apa saja, termasuk akan hancurkan Ukraina kalau negara itu masuk ke dalam NATO. Tapi, Volodymyr Zelensky, presiden bekas pelawak itu tidak sedang melawak ketika ia menyatakan Ukraina akan segera bergabung dengan NATO. Pernyataan itu disampaikannya berkali-kali walapun di-pehape berkali-kalai.
Sekali lagi, jangan terlalu naïf berjanji dengan Amerika, dan Putin Pun tahu. “Kesalahan terbesar kami adalah terlalu percaya pada Amerika, dan kesalahan Amerika adalah mereka menyalahgunakan kepercayaan kami.” Demikian Putin memberikan peringatan pada Barat. Di kesempatan lain, Putin memberikan ancaman yang lebih serius, “Semua orang ingin menggigit kita,” katanya, “namun mereka juga harus tahu, kita akan mencabut gigi mereka.”
Baca juga: Dubes Ukraina Menyebut Putin Buat Narasi Seolah-olah Orang Rusia Tak Pernah Berkelahi
Baca juga: Kisah Mahasiswa India Bertahan di Tengah Perang Rusia-Ukraina, Teman Tewas saat Keluar Cari Makanan
Betul, pada 24 Februari 2022, Putin pun mulai serangannya. Ia mengerahkan 1.900 pasukan, 2080 tank. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, tak tinggal diam. Ia melawan. Ia mengklaim telah menewaskan ribuan tentara Rusia. Ia juga memasang sniper di mana-mana. Setelah dikepung berminggu-minggu, Volodymyr Zelensky mulai minta pertolongan, tidak lain kepada Amerika dan NATO. Amerika dan sekutu segera bereaksi, sanksi diberikan kepada Rusia, tapi tak ada satupun pasukan NATO ikut terlibat. Kyiv bukan Vietnam atau Afganistan, tak ada Rambo yang datang membawa panah di sana untuk menjaga kota itu. Dom Toretto pun belum menunjukkan tanda-tanda bakal tiba untuk melucuti ribuan nuklir Rusia yang tengah siaga penuh sejak awal. Volodymyr Zelensky sangat kecewa.
Kami mengajak Anda untuk bergabung dengan NATO itu adalah satu hal, tapi kapan waktunya, atau benar tidaknya, itu adalah hal lain. Dalam hal janji dengan Amerika, bukan hanya Rusia yang naïf, Ukraine pun dibuat bodoh. Dalam hal Ukraina, Amerika rupanya sejauh ini sedang memainkan siasat lama, tapi Presiden Volodymyr Zelensky tak pandai membaca isyarat. Absennya NATO dalam perang Ukraina bisa jadi merupakan cara gratis melumpuhkan Rusia. Jika Amerika dan NATO berhasil memenangkan perang dingin melawan Uni Soviet tanpa menjatuhkan satu butir peluru, buat apa hari ini mereka harus menghabiskan peluru untuk menjatuhkan Rusia. Perang lawan Rusia itu bisa berat, biarkan Ukraina saja; NATO cukuplah berdiri di podium resolusi dan veto.
Volodymyr Zelensky, yang beberapa bulan sebelum digempur Rusia menyatakan hendak bergabung dengan NATO, kini mulai mengutuk NATO. Ia merasa berperang sendirian. Ia memang diberi bantuan seadanya, tapi itu tak cukup untuk menghadang kekuatan lawan. Volodymyr Zelensky mengutuk, tapi masih belum menyerah.
Barangkali, Amerika dan NATO juga akan berhitung, jika NATO terlibat saat Putin lagi naik urat saraf, hal ini bisa membuat kiamat semakin dekat. Putin tidak lagi mengancam, ia bakal melakukan. Putin yang sering dijuluki musuhnya sebagai orang sakit jiwa, bisa jadi benar-benar gila. Lalu, nuklir yang sudah disiagakan Putin sejak awal perang, benar-benar akan menjadi lonceng kematian bagi semua orang. Lebih dari setengah nuklir yang ada di dunia hari ini ada di tangan Putin, 1.600 di antaranya tengah siaga tinggi.
Jika si Little Boy dan Fat-Man, bom yang meratakan Hiroshima dan Nagasaki pad 1945, hari ini berdampingan dengan Tsar Bomba milik Putin, barangkali keduanya akan malu untuk meledak, sebab kekuatan Tsar Bomba mencapai 3.500 kali lipat lebih dahsyat. Satu saja dari senjata dengan kapasitas 50 megaton TNT itu meledak, maka hal itu sudah cukup untuk meratakan sebagian wilayah daratan Amerika. Jika tensi terus memanas, maka bayangkanlah Kim Jong Un mulai gabut, kemudian tangannya tiba-tiba ceroboh menekan pelatuk, maka, dalam semalam, wilayah Jepang bisa saja berubah jadi kabut. Nah, bagaimana jika 13 ribuan bom nuklir yang aktif hari ini meletus satu satu seperti balon ada lima?
Tak ada yang puitis dari perang, semua akan berakhir dengan ratapan. Tentara Rusia yang hari ini terjebak di Kyiv dan menanggung hari-harinya dengan berat, persis sama seperti ratapan tentara Jerman yang terjebak di salju mematikan di perang Stalingrad tahun 1942 saat tengah menjalankan misi Hitler. Tak diragukan, hari ini, tangan Putin akan penuh dengan darah, tapi mungkin Putin tak akan mau menanggung dosa sendirian, sebab darah serupa bisa ada di mana-mana; kalau tidak di Ukraina, darah bisa saja tumpah di Irak, Suriah, Libya, Yaman, Tunisia, atau di Gurun Sahara Afrika.
Mungkin, Putin pun tahu, kelak, sejarah bisa mencatat dengan cara yang lebih terang. Itu pun jika ada manusia yang masih cukup beruntung untuk hidup menyaksikan. Bukankah terlalu naïf berharap berumur panjang jika jumlah kebutuhan yang diperlukan untuk mengakhiri kehidupan dunia jauh lebih sedikit daripada jumlah persediaan yang ada?
Tak ada yang puitis. Semua akan berakhir dengan cara tidak manis. Jika ada yang puitis dalam perang, barangkali hanya kisah tentang Putin: seorang yang terlahir dari sisa perang, dengan masa kecil yang suram, yang gagal dalam percintaan, yang kemudian berubah menjadi seekor srigala pesakitan, yang berani berkata tidak pada keangkeran tembok Gedung Putih, karena merasa dikhianati berkali-kali.
(*)