Ajukan Uji Materi Keserentakan Pemilu, Begini Tanggapan Ketua DPW Partai Gelora NTB
Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Gelora Indonesia Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Pahrurrozi menegaskan urgensi dari apa yang dilakukan.
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mengajukan uji materi (judial review) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapun pasal yang diuji materi adalah pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1).
Gugatan tersebut, diajukan pada Kamis (24/2/2024) petang dengan Nomor: 27/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022, dan telah tercatat dalam situs resmi Mahkamah Kontitusi.
Baca juga: Tanggapan dari Rocky Gerung hingga Fahri Hamzah soal Kegiatan FPI yang Resmi Dihentikan Pemerintah
Baca juga: Inilah Daftar Partai Baru yang Akan Meramaikan Pemilu 2024
Uji materi diajukan oleh Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta bersama Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah dan Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik.
Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Gelora Indonesia Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Pahrurrozi menegaskan urgensi dari apa yang dilakukan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Gelora Indonesia itu.
Menurutnya, ikhtiar tersebut sejatinya dalam rangka perbaikan sistem pemilu.
Pemilu 2019, kata Lalu Pahrurrozi dianggap sebagai salah satu pemilu terburuk dalam sejarah republik.
Salah satu indikatornya yakni adanya ratusan korban nyawa penyelenggara pemilu.
Disamping itu, pemilu 2019 telah mewariskan pembelahan sosial (polarisasi) yang cukup dalam di masyarakat.
Walaupun sudah ada rekonsiliasi elit, Ketua DPW Gelora NTB menilai pembelahan sosial di masyarakat masih ada dan terasa hingga sekarang.
"Karena itu Partai Gelora memandang, perlu perbaikan sistem pemilu, dengan memisahkan pemilihan presiden dengan pemilihan legislatif," kata Lalu Pahrurrozi saat ditemui di Kantor DPW Gelora NTB, Senin (28/2/2022).
Tak hanya itu, Partai Gelora juga memandang pentingnya penyelenggaraan pemilu mengadaptasi penggunaan teknologi.
Baik dalam sistem perhitungan maupun pada sistem pencoblosannya.
Penggunaan teknologi, ujar Lalu Pahrurrozi pada sistem pencoblosan dan sistem perhitungan pemilu akan meminimalkan konflik saat pemilu berlangsung.
Termasuk juga pasca-pemilu.
"Hal itu tentunya akan meningkatkan kualitas (indeks) demokrasi kita," tandasnya.
Tak hanya melakukan uji materi terkait keserentakan pemilu, partai berlogo gelombang ini juga konsisten menyampaikan ide soal penguatan parlemen.
Ide tersebut, kata Lalu Pahrurrozi dalam rangka memperkuat posisi parlemen sebagai representasi rakyat.
"Isu lain yang menjadi perhatian partai gelora yaitu, mendorong penguatan peran anggota parlemen terpilih." Katanya.
"Peran anggota sebagai jembatan agregasi dan representasi pemilih mesti diperkuat, dengan meminimalkan intervensi kuasa elit. Dalam konteks itu, partai Gelora memandang pembubaran fraksi penting," sambungnya.
Sebelumnya, Ketua Bidang Hukum dan HAM DPN Partai Gelora Indonesia, Amin Fahrudin menyampaikan, Partai Gelora berharap agar Pemilu 2024 tidak digelar serentak. Karena ada preseden buruk pada pemilu 2019, adanya kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara KPPS.
Selain itu, ia menilai, hasil Pemilu serentak yang diselenggarakan pada 2019 lalu menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan demokrasi.
“Ancaman tersebut kita rasakan belakangan ini, di mana mekanisme check and balance tidak berjalan dengan baik. Kekuasaan Presiden sebagai eksekutif begitu kuat mencengkeram DPR sebagai lembaga legislatif,” kata Amin Fahrudin dalam keteranganya.
Partai Gelora berharap dukungan penuh dari masyarakat agar upaya melakukan reformasi sistem politik demi menjaga keberlangsungan demokrasi, dapat memberikan hasil yang baik dan bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Uji materi Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 ke MK ini dipimpin Amin Fahrudin selaku Ketua Tim Pengacara Partai Gelora Indonesia, beranggotakan Aryo Tyasmoro, Slamet, Andi Saputro, Guntur F Prisanto dan Ahmad Hafiz.
(*)