Berita Lombok Barat
4 Fakta Tradisi Peresean, Dari Ritual Pemanggil Hujan hingga Kesan Mistis dalam Arena
Hingga kini tradisi peresean terus diwariskan melalui berbagai perhelatan kebudayaan maupun pariwisata.
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Dion DB Putra
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT - Peresean adalah tradisi kesenian Sasak yang sudah berlangsung sejak abad ke-13. Tradisi ini meruoakan bagian dari ritual masyarakat untuk mendatangkan hujan.
Hingga kini tradisi peresean terus diwariskan melalui berbagai perhelatan kebudayaan maupun pariwisata.
Baca juga: Berkenalan dengan Angin Ribut, Pepadu Peresean yang Tersohor di Lombok
Baca juga: Tes Pramusim Usai, Sebagian Pembalap MotoGP Mandalika Mulai Tinggalkan Lombok Malam Ini
Satu di antaranya dilakukan Sahnan yang dijuluki Angin Ribut.
Sahnan bersama anggota padepokan tengah mengadakan pagelaran peresean dalam rangka memperingati hari ulang tahun Pdepokan Angin Ribut yang ke-2, di Desa Sigerongan, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat.
Selain untuk merayakan peringatan tersebut, event ini juga digelar untuk melestarikan budaya tradisi kesenian Sasak peresean.
Berikut 4 fakta terkait tradisi peresean.
1. Metode latihan prajurit kerajaan di Lombok
Selain menjadi bagian dari ritual meminta hujan oleh masyarakat agraris di Lombok pada abad ke-13, menurut Sahnan, peresean juga merupakan warisan kebudayaan leluhur hingga metode latihan bagi para perajurit di Lombok.
Prajurit itu berasal dari kerajaan-kerajaan yang ada di Lombok.
Belum diketahui pasti kerajaan mana saja yang selalu menggunakan metode ini.
Namun, bila merunut dari sejarahnya, kerajaan yang berdiri pada abad tersebut antara lain Kerajaan Selaparang Hindu, Selaparang Islam, dan Majapahit.
2. Pepadu peresean mendapatkan penghasilan
Pepadu adalah istilah yang dipakai untuk menyebut para penari yang bertarung dalam arena peresean.
Dari keterangan Sahnan, Pepadu bisa memperoleh pendapatan mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.