Ini Pesan TGB Setelah Terpilih Jadi Ketua Umum PB NWDI 2022-2027
TGB KH Muhammad Zainul Majdi terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) masa bakti 2022-2027
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Wahyu Widiyantoro
Laporan Wartawan TribunLombok, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Tuan Guru Bajang (TGB) KH Muhammad Zainul Majdi terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) masa bakti 2022-2027.
Hal ini berdasar putusan sidang pleno VI Muktamar ke-1 NWDI di Pancor, Kecamatan Selong, Lombok Timur, Minggu (30/1/2022).
Rosiady Sayuti selaku pimpinan sidang membacakan putusan pemilihan Ketua Umum PB NWDI di depan muktamirin Muktamar NWDI.
Seluruh muktamirin serentak mengucap takbir diikuti tepuk tangan pascaputusan tersebut dibacakan.
Baca juga: TGB Sampaikan 4 Wasiat Maulana Syaikh TGKH Zainuddin Abdul Madjid kepada Peserta Muktamar NWDI
Baca juga: Buka Muktamar NWDI, Presiden Jokowi Teladani Perjuangan Maulana Syaikh TGKH M Zainuddin Abdul Madjid
TGB KH Muhammad Zainul Majdi yang berada di ruangan muktamar langsung menyampaikan beberapa hal startegis.
TGB mengatakan jabatan Ketua Umum PB NWDI ini adalah amanah yang mesti dia ikhtiarkan dengan baik dan maksimal.
"Ini amanah yang baik, kita akan jalankan rekomendasi muktamar, yang jadi amanat untuk bersama-sama kami tunaikan," kata TGB.
Dia mengatakan, muaranya adalah berkhidmat untuk umat membangun Indonesia maju.

NWDI, kata TGB, dengan muktamar ini menegaskan dan menangguhkan jati dirinya bahwa NWDI adalah gerakan keislaman kebangsaan.
Hal itu tidak pernah lepas dari isu-isu yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.
"Baik itu isu-isu sosial, isu politik, isu ekonomi, termasuk isu keadilan, dan semuanya diteropong oleh NWDI itu dalam perspektif ahlussunnah waljamaah," ujar cucu pahlawan nasional TGKH Zainuddin Abdul Madjid itu.
Menurut TGB, ada 3 prinsip dasar perjuangan NWDI ke depan.
"Yang mengedepankan pertama tasamuh, toleransi termasuk dalam konteks perbedaan pandangan di dalam membangun republik ini. Dalam makna yang lugas adalah perbedaan pandangan itu sesuatu yang sah, tidak boleh dipermasalahkan, tentu sepanjang sesuai dengan koridor hukum dan etika yang ada," beber TGB.
Lalu kedua, kata TGB adalah tawassul atau proporsionalitas.
"NWDI memandang salah satu yang menjadi pangkal seringnya terjadinya kekisruhan di ruang publik adalah ketika kita tidak bisa memotret suatu masalah secara proporsional," tandasnya.
Kadang masalah yang sebenarnya, kata TGB, adalah masalah kontestasi politik itu ditarik menjadi masalah akidah.
TGB melanjutka, kadang masalah yang sebenarnya muaranya adalah keadilan substansial tetapi kemudian ditarik hanya menjadi demokrasi prosedural.
"Jadi kadang-kadang kalau kita tidak proporsional, salah menempatkan masalah di ruang yang keliru, itu kita akhirnya tidak mampu menangani dengan baik," kata mantan anggota DPR RI itu.
Akhirnya, kata TGB, yang terjadi itu kekisruhan terus menerus di ruang publik.
"Karena itu kami mendorong semua, termasuk di NWDI sendiri untuk terus meneguhkan cara pandang proporsional, berimbang," tandasnya.
Kemudian yang ketiga, kata TGB adalah tahaddur.
Artinya gerak NWDI ini berorientasi ke masa depan.
"Karena itu kami di NWDI sebagaimana disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo juga bonus demografi kita hampir mencapai puncak, pastikan itu bisa menjadi keunggulan, bukan bencana," pungkasnya.
"Karena itu semua sumber daya kita di Indonesia ini harus bergerak bersama, dan berorientasi masa depan," lanjutnya.
Hal-hal yang sifatnya sudah terjadi, kata TGB, beban-beban sejarah saya pikir tidak perlu kita terkungkung.
Termasuk dikotomi-dikotomi antar orang lama orang baru, pandangan lama pandangan baru.
"Saya pikir semua pandangan itu bermanfaat, semua periode dan masa pemerintahan itu juga sudah berkontribusi untuk Indonesia. Tugas kita adalah mengambil yang terbaik," ujar TGB.
(*)