EKSPEDISI TAMBORA 1951

Tim Ekspedisi Tambora Batal Berangkat ke Sumbawa Karena Ketinggalan Kapal Laut

Letusan Gunung Tambora dianggap paling spektakuler di muka bumi, sesudah letusan katastrofik masa prasejarah Gunung Api Toba di Sumatera Utara.

Penulis: krisnasumarga | Editor: krisnasumarga
BADAN GEOLOGI
EMPAT ORANG - Para pegawai Djawatan Gunung Api, sekarang Badan Geologi di Bandung, berpose di tepi kaldera Gunung Tambora saat mereka menapakkan kaki di gunung itu pada 1951. 

Akhirnya De Neve bersicepat mengirimkan surat kawat, berisi pemberitahuan ke berbagai pihak yang sudah telanjur menyiapkan kedatangan tim DGB ke Tambora.

“menjusul kawat no 457 tanggal 9-3 titik rombongan dinas gunung berapi tidak djadi berangkat titik berangkat 10 april titik surat menjusul titik”.

Demikian kutipan surat kawat yang dikirimkan De Neve ke berbagai pihak. Ekspedisi diundur sebulan dan disiapkan berangkat 10 April 1951.

Insiden ini menimbulkan dampak signifikan pada masa itu, karena segala sesuatu termasuk logistik basah maupun kering, serta penyambutan lokal yang telanjur sudah disiapkan masak-masak.

Singkat cerita, sebulan kemudian, misi penugasan ke Tambora dijalankan. Pada 6 April Chatib dan Hamim serta dua pegawai DGB lain naik kendaraan berangkat ke Jakarta membawa peralatan.

Adnawijaya dan Rukman menyusul 8 April naik kereta api. Mereka diberitahu segala sesuatu terkait keberangkatan diurus kantor pusat Djawatan Pertambangan di Jakarta.

PUNCAK TIMUR - Panorama di bibira kaldera sisi timur Gunung Tambora dari jalur Piong, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima, NTB.
PUNCAK TIMUR - Panorama di bibira kaldera sisi timur Gunung Tambora dari jalur Piong, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima, NTB. (Tribunlombok.com/Setya Krisna Sumarga)

Ternyata urusan itu tidak beres juga. Beruntung Chatib mampu membereskan tiket sendirian, tanpa pertolongan kantor pusat.

Akhirnya 10 April 1951 Adnawijaya, Chatib, Rukman dan Hamim berangkat naik kapal De Eerens tujuan Pulau Sumbawa. Perjalanan panjang dan berat dimulai hari itu.

Butuh waktu enam hari kapal tiba di Labuhan Badas Pulau Sumbawa. Kapal berhenti lama di Pelabuhan Tanjungperak Surabaya memuat barang dan penumpang.

Keterlambatan itu membuat rombongan terpisah di Sumbawa dan Bima, karena peralatan tidak bisa diturunkan di Sumbawa. Hamim dan Rukman mengawal bagasi dan peralatan turun di Bima.

Di Sumbawa tim dijemput Abdul Wahab, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumbawa. Adnawijaya dan Chatib diantarkan ke penginapan.

Selama menunggu kedatangan tim dari Bima, Adnawijaya dan Chatib melakukan survey di sejumlah kawasan pesisir Sumbawa sembari mencari perahu motor sewaan.

Baru 20 April, Hamim dan Rukman tiba di Sumbawa berikut semua barang bawaan mereka. Kesulitan muncul ketika perahu motor sewaan tak kunjung didapat.

Perahu itu sedianya akan dipakai untuk bergeser ke Labuhan Kananga, titik awal perjalanan menuju puncak Tambora.

Akhirnya mereka hanya mendapatkan perahu jukung layar, yang akan bergerak menanti tiupan angin. Petang itu pukul 18.00, tim nekat berangkat mengarungi laut.

KALDERA TAMBORA - Penampakan kaldera raksasa Gunung Tambora berdiameter 7 kilometer, dilihat dari puncak timur gunung. Puncak ini bisa dicapai lewat jalur pendakian Piong, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima.
KALDERA TAMBORA - Penampakan kaldera raksasa Gunung Tambora berdiameter 7 kilometer, dilihat dari puncak timur gunung. Puncak ini bisa dicapai lewat jalur pendakian Piong, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima. (Tribunlombok.com/Setya Krisna Sumarga)
Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved