BBM Bersubsidi Sulit Diakses, Nelayan di Lombok Timur Ini Berharap SPBN Diperbanyak
Kurangnya akses pelayanan hingga belum sinkronnya data nelayan membuat penyaluran BBM ini belum tepat sasaran.
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Salma Fenty
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR – Banyak nelayan di Nusa Tenggara Barat (NTB) belum mengetahui Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dari pemerintah.
Kurangnya akses pelayanan hingga belum sinkronnya data nelayan membuat penyaluran BBM ini belum tepat sasaran.
Koalisi Ketahanan Usaha Perikanan Nelayan di NTB terus mendorong agar nelayan kecil di NTB benar-benar dinikmati program ini.
Seperti dialami Sahnam (40), seorang nelayan di Desa Jerowaru, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
Nelayan tangkap ini kerap mendengar kabar tentang program BBM bersubsidi. Tapi aliran bahan bakar itu tidak perah sampai di perahunya.
Baca juga: Nelayan Kecil di NTB Sulit Akses BBM Bersubsidi, Koalisi Dorong Pemerintah Dekatkan Pelayanan
Baca juga: Kejar WBBM Tahun 2022, Kanwil Kemenkumham NTB Janji Beri Pelayanan Publik Terbaik
Selama ini, dia membeli bahan bakar jenis solar ke pengecer di desanya dengan harga normal, tanpa subsidi.
Per liter solar dibelinya seharga Rp 8 ribu dan Rp 10 ribu untuk premium.
Dalam sehari dia menghabiskan 10 liter solar untuk melaut.
Artinya, Sahnam harus mengeluarkan uang Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu untuk BBM setiap kali mencari ikan ke laut.
Sehingga dalam sebulan dia menghabiskan hingga Rp 2,4 juta untuk membeli bahan bakar saja.
Bagi nelayan kecil seperti Sahnam, beban BBM tersebut cukup berat.
Tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Suka tidak suka, BBM harus dibeli agar bisa pergi menagkap ikan ke laut.
”Harus dibeli, karena kalau tidak dibeli tidak bisa jalan,” kata Sahnam.
Jika Sahnam bisa mengakses BBM bersubsidi dia bisa menghemat pengeluaran.
Misalnya dengan harga solar bersubsidi Rp 5.000 per liter saja, dia cukup membeli seharga Rp 50 ribu untuk 10 liter solar per hari.
Sehingga dalam sebulan dia cukup menghabiskan Rp 1,5 juta untuk BBM. Artinya Sahnam bisa menghemat Rp 900 ribu dalam sebulan.
Tapi harga BBM bersubsidi belum bisa dia dinikmatinya sampai saat ini.
Sebab selama ini dia tidak tahu bagaimana cara mengakses BBM subsidi tersebut.
Jika mau mendapatkan BBM lebih murah, dia harus pergi ke Satuan Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang jaraknya sekitar 15 kilometer dari desanya.
Bila lokasi SPBN lebih dekat dengan tempat tinggalnya, Sahnam dan nelayan lainnya di Desa Jerowaru bisa lebih mudah mengaksesnya.
Sahnam hanya salah satu contoh nelayan kecil di NTB yang belum bisa mengakses BBM bersubsidi dari pemerintah.
Masih banyak nelayan seperti Sahnam mengalami nasib serupa.
Selama ini dia tidak pernah mengurus syarat-syarat untuk mendapatkan BBM bersubsidi karena belum tahu informasi lengkap. Bagaimana dan kemana harus mengurusnya.
”Kita belum tahu (cara mengurusnya) dahulu pak ya, belum ada informasi sampai ke sini kan,”katanya.
Tahun 2021, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Lombok Timur coba membantu Sahnam dan nelayan lainnya di Lombok Timur.
KNTI melakukan survei, mendata para nelayan, hingga memasukkan data mereka untuk bisa mendapatkan kartu e-Kusuka, sebagai salah satu syarat mengakses BBM bersubsidi.
Setelah didampingi KNTI, baru-baru ini Sahnam mendapatkan kartu e-Kusuka untuk mengambil BBM bersubsidi.
Tapi kartu tersebut belum dia manfaatkan karena lokasi SPBN sangat jauh dari desanya.
Untuk sampai ke SBPN tersebut, dia harus mengeluarkan ongkos lebih. Sehingga kembali memilih membeli solar di eceran.
Dia berharap, ada SPBN baru yang dibangun di dekat desanya agar mudah diakses.
Junaidi, nelayan sekaligus pembina KNTI Lombok Timur mengakui, awalnya nelayan tidak terlalu paham tentang BBM bersubsidi.
Sebagian lagi tahu bahwa ada BBM bersubsidi, hanya saja mereka tidak bisa mengakses karena tidak memiliki kartu Kusuka yang menjadi syarat mengambil BBM bersubsidi.
Ketua KNTI Lombok Timur Muhammad Ori Dedi Sopian mengatakan, BBM bersubsidi merupakan kebutuhan vital bagi nelayan,
bahkan sudah menjadi kebutuhan pokok nelayan.
Dalam sebulan kebutuhan BBM nelayan sangat banyak. Karenanya, BBM bersubsidi sangat dibutuhkan untuk meringankan beban mereka.
”Maka KNTI memandang peting akses BBM bersubsidi sebelum mendorong kebutuhan yang lain,” katanya.
Menyikapi berbagai persoalan BBM bersubsidi, KNTI Lombok Timur turun mendalami persoalan itu.
KNTI dibantu mitra koalisi seperti Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra), Perkumpulan Inisiatif, Kota Kita, dan International Budget Partnership.
Mereka menemukan data banyak BBM bersubsidi bagi nelayan yang tidak terserap.
Penyebabnya karena banyak nelayan tidak mengetahui program BBM bersubsidi, kemudian data nelayan belum diperbarui, serta akses untuk mendapatkan BBM yang masih sulit.
”KNTI dalam hal ini membantu kerja-kerja pemerintah dalam hal proses pendataan, berapa jumlah nelayan Lombok Timur. Hasil survei ini menjadi bahan pertimbangan,” katanya.
Menurut Dedi Sopian persoalan data nelayan menjadi masalah yang sangat krusial. Karena menyangkut kuota dan jumlah nelayan penerima bantuan tersebut.
Di sisi lain, pemerintah selama beberapa tahun belum memperbarui data nelayan.
”Ini (data) juga menjadi persoalan. Sehingga kami coba menampilkan data agar kebutuhan BBM bersubsidi ini bisa tersalurkan lebih maksimal,” katanya.
Karena itu, KNTI Lombok Timur bersama mitra koalisi membantu memecahkan persoalan tersebut.
Menggelar diskusi dan melakukan audiensi dengan pemerintah untuk mendorong perubahan kebijakan.
Sampai KNTI dilibatkan dalam pendataan nelayan dan membantu mereka membuat kartu e-Kusuka sebagai syarat mengakses BBM bersubsidi.
(*)