PWNU NTB Bicara Superbike: Jadi Tuan Rumah yang Ramah, Bila Perlu Ajak Pembalap ke Masjid
Menurutnya, sebagai tuan rumah, warga NTB harus membuat tamu yang datang merasa nyaman dan aman.
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Salma Fenty
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Banyaknya event balap internasional di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika diharapkan menggerakan perekonomian masyarakat.
Ketua Tanfidziyah PWNU NTB Prof TGH Masnun Tahir pun angkat bicara terkait gelaran World Superbike (WSBK), di Sirkuit Pertamina Mandalika, Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Menurutnya, sebagai tuan rumah, warga NTB harus membuat tamu yang datang merasa nyaman dan aman.
Kawasan Mandalika, sebagai lokasi acara harus benar-benar dibuat senyaman mungkin untuk dikunjugi orang dari luar.
Baca juga: Antisipasi Kondisi Darurat saat WSBK di Mandalika, Basarnas Gelar Latihan Bersama
Baca juga: Menteri Sandiaga Ingatkan Penyelenggaraan WSBK di Mandalika Harus Sesuai Prokes COVID-19
”Dalam konteks teologi kita wajib menghormati tamu, termasuk yang datang sebagai pemain (balap) maupun yang datang sebagai penonton,” kata Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram ini.
Menurutnya, sistem sosial, budaya, dan agama mengajarkan agar setiap orang menghormati tamu.
”Itulah yang dikatakan sebagai pariwisata syariah. Karena syariah bukan dalam arti teologi, tapi dalam arti hospitality (keramahan),” katanya.
Jika masyarakat NTB bersikap ramah terhadap tamu-tamu yang datang, nama NTB akan dikenal dunia sebagai masyarakat yang baik.
Ramah terhadap pendatang, para wisatawan, dan setiap tamu yang datang.
Para tamu yang datang dibuat nyaman seperti mereka berada di rumah sendiri. Tapi tentu dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal.
”Mereka belajar ke sini, bukan mengajari kita. Sehingga terjadi dialog antar budaya,” katanya.
Bahkan Masnun Tahir berujar, jika kamar penginapan di hotel masih kurang, tidak ada salahnya para penonton atau pembalap diajak menginap di masjid atau rumah warga.
”Kalau kurang-kurang hotel nanti diajak tidur di masjid, yang penting ada kopi dan mie, mereka nyaman,” ujar Masnun.
Terutama mereka yang datang sebagai backpacker. Kalau perlu pembalap dan kru diajak menginap di masjid atau rumah warga.