Viral Kasus Anjing Canon Mati, Satpol PP Aceh Singkil: 'Tak Ada Prosedur yang Kami Langgar'
Pihak Satpol PP Aceh Singkil menduga, anjing Canon mati karena stres saat hendak dipindahkan.
TRIBUNLOMBOK.COM - Kematian anjing bernama Canon tengah menjadi sorotan warganet.
Anjing tersebut diduga disiksa oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP-WH).
Peristiwa itu terjadi saat Satpol PP WH mengamankan Canon dari sebuah lokasi wisata di Pulau Banyak.
Mengenai hal ini, Kepala Satpol PP WH Kabupaten Aceh Singkil Ahmad Yani angkat bicara.
Ia membantah tuduhan pihaknya telah menyiksa Canon.
Ahmad Yani menduga, Canon mati karena stres saat dievakuasi.
Baca juga: Viral Polantas Pacaran Pakai Mobil Dinas, Ahok Akui Sang Oknum Adik Ipar: Saya Tak Ikut Campur
Baca juga: Viral Oknum Polisi Pakai Mobil Patroli untuk Pacaran di Taman Safari, Begini Nasib Akhir Bripda AB

Kala itu, lanjut Ahmad Yani, pihaknya berusaha memindahkan Canon ke daratan. dievakuasi.
“Tidak ada penyiksaan yang dilakukan anggota di lapangan.
Anjing itu diduga mati karena stres seusai diamankan oleh anggota saat akan dibawa ke daratan,” ujarnya.
Ia mengatakan, anjing tersebut ditangkap oleh petugas Satpol PP-WH Aceh Singkil setelah pihaknya menerima surat dari camat.
Baca juga: Viral Video Mesra Stefan William dengan Wanita Lain, Celine Evangelista: Awalnya Dia Bilang Teman
Surat itu terkait pemberlakuan wisata halal di kawasan Pulau Banyak, Aceh Singkil.
Sebelum dilakukan penangkapan terhadap anjing di lokasi wisata, menurut Ahmad, pihaknya melakukan koordinasi dengan musyawarah pimpinan kecamatan (Muspika).
Kemudian saat akan dilakukan evakuasi anjing, menurut Ahmad Yani, pemilik anjing sempat berusaha mempersulit petugas dengan cara mengulur waktu agar anjing tersebut tidak ditangkap atau dievakuasi petugas.
Setelah dilakukan koordinasi dengan pemilik resort, petugas berupaya melakukan penangkapan anjing menggunakan peralatan yang aman dan ramah hewan.
Namun, karena kondisi anjing yang galak, anjing tersebut berusaha melawan ketika akan ditangkap petugas.
Kemudian anjing tersebut dibujuk oleh pemiliknya dan kemudian anjing bernama canon tersebut dimasukkan ke dalam keranjang, dan selanjutnya dibawa ke daratan di Singkil, Ibukota Aceh Singkil.
“Ada dua ekor anjing yang kita tangkap.
Nah, ketika tiba di Singkil, satu ekor anjing ditemukan sudah mati.
Sedangkan seekor anjing lainnya masih dalam keadaan hidup dan sehat,” kata Ahmad.
Ahmad Yani menduga anjing canon yang mati tersebut mengalami stres.
Baca juga: VIRAL Video Oknum Polisi Tendang Pengendara Motor, Kapolres Bima Turun Minta Maaf ke Warga
Anjing canon tersebut sudah dikuburkan setelah dirinya berkoordinasi dengan Sekretaris Daerah Aceh Singkil.
Sebelum anjing dikubur, Ahmad Yani tidak melihat adanya tanda-tanda kekerasan pada bagian tubuh anjing canon.
Terhadap anggota Satpol PP-WH Aceh Singkil yang memegang kayu saat proses penangkapan anjing, menurut Ahmad, hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mencegah serangan dan gigitan anjing yang akan ditangkap.
Bahkan, saat proses penangkapan berlangsung, pemilik anjing diduga ikut merekam peristiwa tersebut dan kemudian proses evakuasi anjing di Pulau Banyak tersebar luas di media sosial.
“Tidak ada prosedur yang kami langgar, semuanya berjalan sesuai dengan standar yang berlaku,” kata Ahmad Yani seperti dikutip dari Kompas.com dengan judul "Satpol PP Aceh Singkil Menduga Anjing Canon Mati akibat Stres".
Tanggapan ahli mengenai penyiksaan hewan

Menanggapi penyiksaan hewan seperti itu, Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, AB Widyanta mengatakan bahwa dengan sorotan dunia terhadap kasus penyiksaan hewan yang dijadikan konten media sosial oleh masyarakat Indonesia.
Menurutnya itu adalah bentuk kritik keras bagi negara ini.
Terkait masalah konten penyiksaan hewan yang marak di Indonesia, maka Widyanta memberikan semacam policy brief, yang mana perlunya melakukan kajian mendalam, jika hal itu ditindaklanjuti.
"Maka kajian-kajian lintas ilmu menjadi sangat penting. Namun, ini tantangan bagi kajian lintas ilmu di Indonesia," kata Widyanta saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (23/10/2021).
Kasus penyiksaan hewan yang kemudian banyak dijadikan konten oleh para pengguna media sosial di Indonesia, merupakan persoalan kritis bagi negara ini.
Sebab, seolah predikat tersebut mengungkapkan pandangan dunia terhadap sebagian masyarakat Indonesia yang dinilai suka menyiksa hewan.
Namun, benarkah masyarakat Indonesia suka menyiksa hewan, apa penyebabnya?
Widyanta mengatakan bahwa animal right atau hak asasi hewan perlu mendapat sorotan di dalam dunia akademik, yakni perlunya mendorong kajian trans disipliner, terutama terkait critical animal study.
Paradigma antroposentrisme dan penyiksaan hewan
Mengenai maraknya konten penyiksaan hewan di Indonesia, Widyanta memberikan perspektif awal yang menunjukkan bahwa sesungguhnya, manusia juga disebut sebagai zoon politicon.
Baca juga: VIRAL Mertua Tendang Wajah Menantu saat Akad Nikah di Bima, Ternyata Ini Penyebabnya
Zoon sendiri berarti hewan, jadi manusia adalah hewan yang bermasyarakat seperti dikutip dari Kompas.com dengan judul "Viral Video Anjing Bernama Canon Mati Usai Ditangkap Satpol PP, Apa Tanggapan Ahli?"
"Sementara hewan yang selama ini disebut non-manusia, seringkali diperlakukan sangat tidak berbasis pada hak-hak hidup mereka. Kita (manusia) jadi semacam hewan, hewan yang bengis terhadap hewan lain," jelas Widyanta.
Jadi itu, kata Widyanta, adalah kritik yang dalam paradigma besar disebut sebagai antroposentrisme, yang mana paradigma tersebut sangat kuat dalam diri kita sebagai manusia.
Paradigma antroposentrisme adalah cara pandang bahwa manusia merupakan spesies paling penting dan terpusat daripada spesies hewan.
Sudut pandang antroposentris manusia sangatlah kuat. Bukan hanya terhadap hewan, tetapi juga soal biodiversity atau keanekaragaman hayati dan seluruh ekologi yang ada di bumi.
Artinya, bahwa di dunia ini bukan hanya hak-hak hewan saja yang perlu dipahami, tetapi seluruh keanekaragaman hayati, bahkan tumbuhan atau pepohonan, juga memiliki hak yang mesti dilindungi, kata Widyanta.
"Bingkai dari semua itu adalah soal gaya demokrasi, ujungnya nanti sampai pada demokrasi ibu bumi. Jadi demokrasi ini tidak hanya untuk manusia, tetapi juga ketika ada entitas kehidupan yanglain, hewan dan tumbuhan juga punya hak," papar Widyanta.
(Kompas/ Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas)