Tahun Baru Islam: 4 Momentum Peradaban Manusia dalam Peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW
Rasa optimis harus terus hidup, dikatakan oleh Prof Dr H Fahrurrozi Dahlan QH MA, guru besar bidang Ilmu Dakwah dan Komunikasi, UIN Mataram.
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) ini menguraikan, empat mutiara hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW bagi peradaban kemanusiaan.
Pertama, hijrah sebagai momentum perpindahan jiwa raga menuju kesatuan visi misi kebersamaan atas nama agama dan kemanusiaan.
Dalam banyak hadis disebutkan tentang urgensi dan esensi hijrah.
Salah satunya hadis riwayat Imam Bukhari Muslim, yang menerangkan,
فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله فمن كانت هجرته لدنيا أو امرأة ينكحها فهجرته على ما نواه عنه (أو كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم)
Momentum hijrah adalah momentum motivasi keluar dari kungkungan intimidasi menuju tuntutan harmoni.
Momentum hijrah adalah momentum motivasi nawaitu (niat) untuk keluar dari kegersangan spritual menuju penyatuan visi misi keagamaan yang tangguh.
Baca juga: Kapan Pengumuman Sanggah Administrasi CPNS NTB 2021?
Hijriyah sebagai wadah pemersatu tujuan menuju kesuksesan dan keberhasilan dunawi dan ukhrawi.
Berangkat dari satu nawaitu yaitu semata-mata karena Allah SWT dan demi perjuangan Rasulullah SAW.
Kedua, hijrah sebagai momentum perubahan paradigma pikir primordial-komunal menuju paradigma pikir universial.
”Nabi Muhammad SAW memberikan pembelajaran yang konstruktif kepada seluruh umatnya dalam menghadapi tantangan kehidupan,” katanya.
Bimbingan Nabi Muhammad SAW kepada umat Islam ini memberi spirit perjuangan yang sistematis dan praksis.
Dimana pola gerakan Hijriyah Nabi Muhammad memberi pelajaran dalam mengubah pola pikir primordial, kesukuan, fanatisme golongan, kepentingan personal menuju pemikiran gelobal dan universal.
”Inilah substansi hijrah Nabi Muhammad SAW bagi kemanusiaan,” katanya.
Nabi Muhammad mencoba mendobrak pikiran kemanusiaan yang jumud, kaku, dan tekstual menuju pemikiran kontekstual dan global.