Pedagang Eks Pelabuhan Ampenan Angkat Bendara Putih: Tolong Kami, Dengarkan Jeritan Kami!
Puluhan pedagang di eks Pelabuhan Ampenan, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan aksi angkat bendera putih, Jumat (30/7/2021).
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Puluhan pedagang di eks Pelabuhan Ampenan, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan aksi angkat bendera putih, Jumat (30/7/2021).
Aksi itu mereka lakukan sebagai simbol menyerah menghadapi sulitnya situasi selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Kota Mataram.
Pedagang yang sebagian besar ibu-ibu ini berorasi di tepi pantai Ampenan, sembari membawa bendara putih.
Sukini, salah seorang perwakilan pedagang kepada wartawan mengatakan, mereka sudah tidak kuat menghadapi situasi saat ini.
”Kita menyerah, sekali lagi kita menyerah,” serunya, sembari mengangkat bendara putih dan diikuti pedagang lainnya.
Baca juga: Warga Gili Trawangan Curhat ke Gubernur NTB, Minta Masa Depan Anak Mereka Diselamatkan
”Perhatikan kami, jeritan kami, dengarkan kami, apa yang kami mau,” katanya.
Dia memohon kepada pemerintah, khususnya dinas terkait memperhatikan pedagang eks Pelabuhan Ampenan.
Para pedagang tidak pernah mendapat bantuan selama PPKM Darurat.
Dagangan mereka menjadi sangat sepi karena warga dibatasi beraktivitas. Pelanggan berkurang drastis.
Di sisi lain, petugas bank tetap datang menagih dan tidak mau tahu kesulitan yang mereka hadapi.
Bank tetap meminta cicilan dibayar.
”Apakah pemerintah tutup mata ketika kami mengalami hal seperti ini,” katanya.
Para pedagang, kata Indri, selalu mematuhi anjuran dari pemerintah untuk mentaati protokol kesehatan.
Mulai dari memakai masker, menyediakan tempat cuci tangan, dan seterunya.
Tapi setelah mengikuti semua ajuran protokol kesehatan, tidak ada perhatian sama sekali.
”Bayangkan kami buka jam lima (17.00) jam delapan (20.00) sudah tutup, masyarakat tidak berani duduk,” keluhnya.
Baca juga: Mobil Hantam Rumah Warga di Praya, Penghuni Terluka dan Dilarikan ke Rumah Sakit
Ketentuan PPKM membuat para pelanggan mereka buru-buru pulang sebelum belanja.
Biasanya, warga menikmati suasana pantai di eks Pelabuhan Ampenan sembari membeli makanan di tempat mereka.
”Sekarang pengunjung tidak ada. Bagi yang memasak sate, pelecing (menjadi) basi dia,” keluhnya.
Dengan razia gabungan PPKM Darurat tiap malam, para pengunjung tidak berani berlama-lama duduk di eks Pelabuhan Ampenan.
Para pedagang merasa semakin menderita karena mereka memiliki utang yang harus tetap disetor ke bank.
Belum lagi biaya sekolah anak yang tidak pernah berkurang.
Selama PPKM Darurat, pembeli sangat sepi. Meski sudah ada perubahan jam operasional, tetapi pembeli sangat sepi.
Omzet pedagang yang biasa Rp 500 ribu per hari, kini hanya dapat Rp 5.000 hingga Rp 10 ribu.
Sehingga banyak pedagang memilih tutup sementara.
Salfiyah, pedagang lainnya mempertanyakan, kenapa bantuan hanya diberikan kepada mereka yang jualan di jalan, padahal mereka juga sangat membutuhkan.
Baca juga: Polresta Mataram Bongkar Pabrik Pil Ekstasi Rumahan, 5 Orang Tersangka Ditangkap
”Minta tolong apa, kenapa yang di luar-luar sana dibantu, kok kita tersisihkan di sini, mane-mane (sekedar) beras kek apa,” katanya.
Mewakili 103 pedagang di eks Palebuhan Ampenan, mereka berharap pemerintah segera memberikan perhatian kepada mereka.
Pedagang juga meminta bantuan pemerintah agar diringankan beban utang di bank.
Di saat dagangan sepi, tagihan tetap harus mereka setor tanpa keringanan.
”Kita (kami) tidak bayar, dibilang penipu, dibilang kita makan uang orang, bagaimana mau bayar utang pemasukan tidak ada,” keluhnya.
Melalui aksi itu para pedagang meminta agar pemerintah memperhatikan nasib mereka yang benar-benar tidak berdaya menghadapi pandemi Covid-19.
Berita terkini di NTB lainnya.
(*)