Sanksi Pidana Hilang dalam Perda Perkawinan Anak NTB, Pemprov: Karena Filosofinya Pencegahan
Sanksi administratif dan pidana dalam Peraturan Daerah (Perda) NTB Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak dihapus.
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Sanksi administratif dan pidana dalam Peraturan Daerah (Perda) NTB Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak dihapus.
Hilangnya pasal tersebut sangat mengecewakan para aktivis anak.
Pemprov NTB mengakui pasal tersebut memang dihilangkan.
Tapi pemerintah punya alasan kuat terkait persoalan tersebut.
Kepala Biro Hukum Setda NTB Ruslan Abdul Gani menjelaskan, Perda pencegahan perkawinan anak secara filosofis dan sosiologis mengatur upaya, tindakan, dan kegiatan pencegahan perkawinan anak.
”Sesuai hasil fasilitasi Raperda oleh Kemendagri, maka pasal sanksi dihilangkan dalam Perda tersebut,” kata Ruslan, Jumat (9/7/2021).
Baca juga: Sejumlah Pasal Hilang dalam Perda Perkawinan Anak NTB, LPA Sebut Aturan Pepesan Kosong
Ruslan menjelaskan, setelah disepakati dengan DPRD NTB, rancangan Perda belum bisa diterapkan.
Raperda harus melalui proses fasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Berdasarkan hasil fasilitasi, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri menilai rumusan perda dan materi muatannya tidak memuat norma perintah atau larangan.
”Sehingga tidak diperlukan sanksi pidana,” jelas Ruslan.
Itulah yang menjadi dasar mengapa pasal sanksi pidana dalam Perda tersebut dihilangkan.
Baca juga: VIRAL Suami Talak Istri Setelah Ijab Kabul di Sumbawa, Pengantin Laki-laki dalam Tekanan Keluarga
”Fasilitasi itu bersifat wajib sehingga pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan mengubah pasal Raperda setelah difasilitasi Kemendagri untuk ditetapkan,” tegas Ruslan.
Meski sanksi dalam perda tersebut dihilangkan, tapi pada pasal 5 sampai 12, Bab II bagian kedua tentang Strategi Pencegahan Perkawinan mengatur tentang upaya, tindakan, dan kegiatan pencegahan perkawinan anak.
Upaya tersebut merujuk pada peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang (UU) Perkawinan, UU Perlindungan Anak, dan aturan lain yang mengatur sanksi.