Penahanan 4 Ibu-ibu di Lombok Tengah Dinilai Berlebihan, Tim Hukum Temukan Kejanggalan
Penahanan terhadap empat orang ibu rumah tangga di Dusun Eat Nyiur, Desa Wajageseng dinilai terlalu berlebihan oleh BKBH FH Universitas Mataram
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TENGAH – Penahanan terhadap empat orang ibu rumah tangga di Dusun Eat Nyiur, Desa Wajageseng, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) dinilai terlalu berlebihan.
”Sangat berlebihan sekali penahanan ini. Tidak sesuai dengan situasi saat ini. Dia tidak mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, ini paling utama,” tegas Yan Mangandar, pendamping dari Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram, Sabtu (20/2/2021).
Para ibu rumah tangga tersebut memiliki balita yang masih membutuhkan asupan air susu ibu (ASI).
”Kepentingan terbaik bagi anak ini yang harus dipertimbangkan,” katanya.
Baca juga: Pabrik Tidak Rusak Parah, Ini Alasan Pemilik UD Mawar Penjarakan 4 Ibu-ibu di Lombok Tengah
Harusnya aspek kemanusiaan dipertimbangkan aparat penegak hukum.
Terlebih kasus pelemparan tersebut tergolong kasus kecil, jika dilakukan penahanan, akan menimbulkan efek cukup besar.
”Terutama efek bagi anak-anak dan keluarganya,” ujar Yan Mangandar.
Dengan penahanan tersebut, suami tidak bisa mencari napkah untuk keluarga karena harus menjaga anak di rumah.
Baca juga: Penyebab Ibu-ibu di Lombok Lempar Pabrik Tembakau: Kesal Anak Sesak Napas, Satu Bocah Nyaris Lumpuh
”Kemudian anak yang ada di dalam (rutan), siapa yang bisa menjamin kondisi kesehatan anak saat sekarang,” katanya, usai meninjau ke Rutan Praya.
Di sisi lain, anak-anak mereka yang ada di rumah terus bertanya kemana ibunya.
Sebab mereka masih kecil dan membutuhkan kasih sayang orang tua.
”Ini kan terkesan kayak kasus besar. Saya tegaskan ini kasus sangat kecil. Seharusnya tidak dilakukan penahanan terhadap 4 tersangka ini,” katanya.
Memang, alasan penahanan karena pasal yang disangkakan pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman lima tahun enam bulan.
Namun aparat harus melihat fakta di lapangan dan kondisi masyarakat.
”Itu hanya sepandek yang peot, kemudian tidak menimbulkan cacat, atau menimbulkan kerugian lebih dari Rp 2,5 juta,” katanya.
Sehingga harusnya penahanan tidak perlu dilakukan.

Tim pendamping awalnya beranggapan pabrik tembakau yang dilempar ibu-ibu rusak parah.
Tetapi setelah melihat ke lapangan akibat perbuatan mereka hanya membuat spandek peot.
Tetapi, Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah justru menggunakan kekuasaannya untuk menahan mereka.
Baca juga: Kasus Dugaan Pengerusakan Pabrik Tembakau: Kejari Lombok Tengah Bantah Tahan Anak-anak
”Kami melihat ini perbuatan yang terlalu over, sampai empat ibu-ibu yang memiliki anak kecil ditahan di Rutan Praya ini,” katanya.
Keempat ibu yang ditahan adalah Nurul Hidayah (38), Martini (22), Fatimah (38), dan Hultiah (40).
Mereka dituduh melakukan pengerusakan dengan melempar batu ke pabrik tembakau UD Mawar Putra.
Yan Mangandar menambahkan, tim BKBH Fakultas Hukum Unram bersama beberapa advokat di Lombok Tengah kini mendampingi kasus tersebut.
Ia menyesalkan dalam proses berita acara pemeriksaan (BAP), ibu-ibu tidak didampingi pengacara.
”Kami cukup kecewa, padahal kalau dilihat dari ancaman pasalnya itu hukuman lima tahun lebih,” katanya.
Dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih, empat ibu-ibu itu wajib didampingi seorang pengacara.
Endus Kejanggalan

Setelah mendalami kasus tersebut, Yan Mangandar menemukan banyak kejanggalan.
Antara lain, proses penanganan kasus terburu-buru dan terlalu cepat.
Kejadian tanggal 26 Desember 2020 dan Februari 2021 sudah masuk tahap II.
Baca juga: 4 Ibu-ibu Beserta 2 Balita Dipenjara karena Dituduh Lempar Pabrik Tembakau di Lombok Tengah
”Prosesnya ini ekstra cepat. Kami cukup heran kenapa kasus ini diproses begitu cepat,” ujarnya.
Bila melihat latar belakang kenapa para ibu-ibu melempar, harusnya pemerintah bertindak sejak lama.
Ia menilai, perusahaan tembakau sekala besar memproduksi tembakau dalam hitungan ton dan dianggap mengganggu kenyamanan warga.
”Bau menyengat dari tembakau mengganggu kesehatan masyarakat,” katanya.
Bahkan, anak salah seorang tersangka dalam kondisi lumpuh diduga akibat menghirup bau tembakau.
Meski belum bisa dipastikan, tetapi berdasarkan saran dokter, anak tersebut dilarang menghirup bau tembakau lagi.
Itu menunjukkan ada indikasi aktivitas pabrik yang berdampak kepada kesehatan warga.
(*)