Dua Sejoli Tersangka Aborsi di Mataram akhirnya Menikah di Kantor Polisi
Sepasang kekasih berinisial AP (21 tahun) dan HS (19 tahun), tersangka kasus tindak pidana aborsi menikah di Mapolresta Mataram.
Penulis: Sirtupillaili | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Sepasang kekasih berinisial AP (21 tahun) dan HS (19 tahun), tersangka kasus tindak pidana aborsi menikah di Mapolresta Mataram.
Keduanya menikah setelah cukup lama ditahan petugas.
Prosesi pernikahan dilaksanakan di mushola markas Polresta Mataram, Kamis (24/12/2020).
Kedua keluarga tersangka datang langsung dari Sumbawa untuk menyaksikan pernikahan tersebut.
Pasangan mahasiswa ini menggunakan pakaian resmi saat melangsungkan pernikahan.
Kepolisian memberikan tempat untuk kedua mempelai melaksanakan pernikahan.
Pernikahan ini juga dihadiri petugas dari Kantor Urusan Agama (KUA) Ampenan.
Setelah akad nikah dilaksanakan, kedua tersangka tersenyum karena resmi menjadi suami istri.
"Kami berbahagia dengan pernikahan ini. Ini sudah kami rencanakan sebelumnya. Ke depan kami akan lebih baik lagi. Kami tegar menjalani ujian ini,’’ ungkap AP.

Kasat Reskrim Polresta Mataram AKP Kadek Adi Budi Astawa mengatakan, pernikahan tersebut untuk mengakomodir permintaan masing-masing keluarga.
Pihak kepolisian lalu memberikan tempat dan sarana untuk melangsungkan pernikahan.
‘’Tapi pernikahan ini tidak lantas proses kasus ini dihentikan. Kasus ini tetap berlanjut,’’ katanya.
Sepasang kekasih ini sebelumnya sepakat melakukan aborsi.
Baca juga: Mau Datang ke NTB? Wisatawan Wajib Rapid Test Antigen
Baca juga: Gubernur NTB Larang Keras Pesta Perayaan Malam Tahun Baru
Baca juga: Ombudsman NTB: Siswi Pembuat TikTok Injak Rapor adalah Korban Medsos
Karena merasa tidak siap dengan kelahiran buah cinta mereka ke dunia dan khawatir menjadi aib keluarga. Keduanya sepakat melakukan aborsi.
Informasi aborsi diterima kepolisian hari Jumat (4/12/2020) dari petugas IGD RSUD Kota Mataram. Bahwa ada pasien pendarahan dirumah sakit.
Tapi HS saat itu tidak menyebut sudah menkonsumsi obat aborsi sebelum pendarahan.
Beberapa saat kemudian janin keluar dari rahim AP.
Petugas medis mencoba memberikan pertolongan. Tapi janin yang diperkirakan berusia 6 bulan itu meninggal dunia.
Terungkap juga, kedua pelaku sudah 4 tahun menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Dengan pergaulan yang cukup bebas. AP tidak menyangka dirinya sudah hamil 6 bulan.
Belum siap menerima buah cintanya, mereka sepakat menggugurkan kandungan dengan membeli obat aborsi melalui situs online.
‘’Beli obatnya dari online. Dikasi tahu sama temannya dari Sumbawa.
Jenis obatnya sekarang masih didalami. Harganya Rp 1 juta per tablet, sehingga mereka menghabiskan Rp 4 juta untuk 4 tablet.
Kadek menjelaskan, keduanya menggurkan kandungan karena panik dan takut diketahui orang tua masing-masing.
‘’Alasannya seperti itu. Ini karena takut,’’ tegasnya.
Dengan perbuatannya, kedua sejoli itu terancam dijerat Pasal 77 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
(*)