Berita Kota Mataram

TPST Sandubaya Olah Sampah Jadi Paving Block, Pakan Magot hingga RDF

TPST Sandubaya memanfaatkan sampah sebagai bahan yang dapat diolah dan memiliki nilai ekonomis

Editor: Laelatunniam
TRIBUNLOMBOK.COM/NURFADLILAH
MESIN PENGOLAH SAMPAH - Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sandubaya. TPST Sandubaya mengelola sampah menjadi berbagai produk bernilai ekonomis, mulai dari paving block, pupuk organik, pakan magot, hingga Refuse Derived Fuel (RDF). 

Laporan TribunLombok.com, Nurfadlilah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sandubaya mengelola sampah menjadi berbagai produk bernilai ekonomis, mulai dari paving block, pupuk organik, pakan magot, hingga Refuse Derived Fuel (RDF).

“Produk pengolahan sampah di sini ada 4, paving block, pupuk organik, pakan magot dan RDF,” ungkap Kamarudin, selaku Koordinator TPST Sandubaya, saat ditemui di kantornya, pada Sabtu (6/9/2025).

Sampah di Kota Mataram mencapai 200–250 ton per hari. Oleh karena itu, diperlukan inovasi agar sampah tidak hanya ditimbun. TPST Sandubaya hadir sebagai salah satu solusi pengolahan sampah berbasis inovasi.

Kamarudin menjelaskan, ide pengolahan sampah ini merupakan hasil studi banding di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang dilakukan oleh Wali Kota Mataram bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup.

“Ini ide hasil kunjungan dari Wali Kota Mataram dan Kadis LH ke Banyumas. Kita mencontoh Banyumas,” ucap Kamarudin.

TPST Sandubaya memiliki dua mesin utama, yakni mesin gebrik yang berfungsi untuk memilah sampah organik dan anorganik, serta mesin sentris yang digunakan untuk membersihkan plastik dari sisa tanah.

Sampah plastik dimanfaatkan untuk membuat paving block atau batako. Sementara itu, sampah organik diolah menjadi pakan magot, pupuk organik, dan RDF yang merupakan bahan campuran batubara.

“Jadi sampah organik diolah menjadi 3. Pertama pakan magot, kedua pupuk organik, ketiga RDF,” katanya.

Produk hasil pengolahan sampah ini dijual dengan harga yang relatif terjangkau. Jika harga pasar pakan magot di luar mencapai Rp12.000 per kilogram, TPST Sandubaya menjualnya seharga Rp5.000–Rp6.000 per kilogram. Adapun batako dijual seharga Rp1.500 per biji. Hasil penjualan masuk sebagai pendapatan daerah.

Meski demikian, distribusi penjualan hasil olahan sampah ini belum berjalan secara optimal karena masih terdapat beberapa kendala dalam proses pengelolaan.

Kendala utama adalah kondisi mesin yang cepat panas dan mudah rusak akibat dipaksa bekerja terus-menerus.

“Tantangan yang paling besar adalah mesin, karena mesin ini berputar terus, sehingga cepat panas dan rusak,” ucapnya.

Kamarudin menegaskan pengolahan sampah di TPST Sandubaya tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Tidak ada bau menyengat maupun asap dari proses tersebut.

Sebaliknya, program ini memberikan dampak positif berupa terciptanya lapangan pekerjaan bagi warga sekitar. Sebanyak 40 persen karyawan disini berasal dari warga sekitar dan sisanya diambil dari wilayah lain. 

“Dampak negatifnya ga ada, bau dan asap pun juga belum. Kalau positifnya masyarakat bisa bekerja di sini,” katanya.

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved