43 Anak Kawin Lari di Lombok Berhasil Dilerai, Sebagian Diserahkan ke Pondok Pesantren

Kisah perkawinan anak di Lombok tidak semuanya berakhir di pelaminan. Banyak perkawinan anak berhasil dicegah.

Pixabay
ILUSTRASI Pernikahan 

Laporan wartawan Tribunlombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kisah perkawinan anak di Lombok tidak semuanya berakhir di pelaminan.

Banyak perkawinan anak berhasil dicegah.

”Sudah banyak anak yang coba kawin kita belas (lerai) sehingga batal menikah dini,” ungkap Hj Husnanidiaty Nurdin, kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (20/10/2020).

Pemerintah daerah saat ini tengah berupaya menekan angka pernikahan usia anak di NTB.

”Beberapa cara coba kita lakukan. Tidak hanya sosialisasi, tapi pencegahan hingga proses hukum,” tegasnya.

Sosialisasi menurutnya sudah sangat sering dilakukan. Karenanya, pemprov bersama pemerintah kabupaten/kota di NTB melakukan upaya-upaya yang lebih tegas.

”Begitu ada laporan, ribut-ribut ada anak menikah, tim kami langsung bergerak,” katanya.

Tim kemudian berupaya memisahkan kedua anak tersebut agar membatalkan pernikahannya.

Baca juga: Di Depan Komisi VI DPR RI, Ini Penjelasan Gubernur NTB Soal Kerja Sama dengan ITDC di KEK Mandalika

”Calon pengantin perempuan kami bawa dulu dan dimasukkan ke UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak,” jelasnya.

Selama di UPTD sang anak didampingi seorang psikolog. Mereka dibuat tenang dan diberikan pemahaman yang benar tentang pernikahan.

”Kita cuci otaknya supaya tidak menikah dulu, karena masih kecil,” kata mantan kepala Dinas Pemuda dan Olahraga NTB itu.

Setelah punya kesadaran, anak-anak tersebut kemudian dikembalikan ke rumah masing-masing.

”Kebanyakan anak ditangani di UPTD usaianya masih belasan tahun, masih SPM,” ungkapnya.

Baca juga: Hadapi Ancaman Resesi, Wagub NTB Dorong Kaum Milenial Jadi Enterpreneur

Tidak semua anak-anak itu kembali ke rumahnya. Banyak di antara anak tersebut malu kembali ke rumah orang tuanya.

”Ada yang pulang ke rumah bibiknya dan ada yang kami serahkan ke pondok pesantren,” katanya.

Beberapa anak yang dimasukkan ke pondok pesantren diangkat menjadi santri dan mereka melanjutkan pelajaran di sana.

Salah satunya Pondok Pesantren Subulussalam, Gerunung, Praya, Lombok Tengah.

”Dua orang anak perempuan asal Lombok Utara kami serahkan ke sana,” katanya.   

Selama di ponpes, keduanya akan menjadi santri dan mendapat pendidikan layak tanpa biaya.

”Makanya kami cari ponpes-ponpes yang mau menampung anak-anak ini,” katanya.

Upaya melerai anak-anak yang dilakukan DP3AP2KB bersama pemda kabupaten/kota cukup berhasil.

Dalam beberapa bulan terakhir, mereka sudah menggagalkan 43 kasus pernikahan anak.

Sebagian besar anak-anak itu berasal dari Lombok Utara dengan 26 orang, kemudian Lombok Barat 7 orang, Lombok Tengah 5 orang, dan Lombok Timur 5 orang.

”Kemungkinan masih banyak kasus pernikahan anak yang belum bisa kita lerai,” ujarnya.

Upaya melerai pernikahan anak itu bertujuan melindungi anak-anak.

“Kita tidak ingin anak-anak kita kehilangan masa depan karena buru-buru menikah,” katanya.

(*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved