MotoGP Mandalika 2025
Makna Piala MotoGP Mandalika 2025, Perpaduan Budaya Sasak hingga Keindahan Mandalika
Piala pemenang MotoGP Mandalika 2025 menjadi representasi harmoni antara budaya, seni, dan semangat sportivitas bangsa.
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Ajang Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025 tak hanya menghadirkan aksi menegangkan di lintasan, tetapi juga menyimpan cerita mendalam lewat simbol kemenangannya.
Piala yang diserahkan langsung oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Republik Indonesia, Erick Thohir, kepada pemenang MotoGP Mandalika 2025 Fermin Aldeguer, menjadi representasi harmoni antara budaya, seni, dan semangat sportivitas bangsa.
Direktur Utama Mandalika Grand Prix Association (MGPA), Priandhi Satria, menjelaskan bahwa piala ini bukan sekadar trofi kemenangan, tetapi karya seni yang mengandung nilai budaya dan filosofi mendalam.
“Piala yang kami buat ini, lebih dari sekadar simbol kemenangan, piala Pertamina Grand Prix of Indonesia 2025. Ini adalah karya seni yang menyatukan tradisi, budaya, dan semangat modernitas Indonesia,” ujar Priandhi, Senin (6/10/2025).
“Di balik kemegahan trofi itu terdapat kisah panjang tentang Sweda, rumah kerajinan perak asal Yogyakarta, yang menjadi pembuat resmi piala untuk para juara dunia di Mandalika,” lanjutnya.
Trofi ini dirancang untuk merayakan budaya Nusantara sekaligus menghormati prestasi para pembalap dunia. Desainnya mencerminkan perpaduan antara tradisi lokal Suku Sasak di Lombok dengan energi modern MotoGP.
Beberapa elemen penting dalam desain piala antara lain:
- Motif “T Pattern”, menggabungkan pola tradisional Sasak dengan bentuk lintasan Sirkuit Mandalika.
- Motif “Subahnale”, corak khas Lombok yang sarat makna spiritual dan menggambarkan keindahan karya tangan manusia.
- Batu alam Lombok di bagian dasar sebagai representasi kekayaan alam pulau tersebut.
- Bentuk melingkar (Circular Form) yang melambangkan siklus kehidupan dan perjalanan menuju kemenangan.
- Inspirasi Gendang Beleq, alat musik tradisional Lombok yang menjadi simbol semangat dan kebanggaan masyarakat lokal.
Dengan filosofi tersebut, piala ini menjadi perwujudan perayaan budaya dan prestasi global, menjembatani identitas Indonesia dengan semangat kompetisi dunia MotoGP.
Sweda, Warisan dari Yogyakarta untuk Dunia
Keindahan piala ini lahir dari tangan para pengrajin Sweda, rumah seni kriya berbasis di Yogyakarta yang dikenal karena kemampuannya memadukan kerajinan perak tradisional dengan desain modern.
Kata “Sweda” berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti jari-jari tangan, melambangkan filosofi bahwa setiap karya dibuat dengan sentuhan hati dan jiwa. Para pengrajin Sweda tetap mempertahankan metode tradisional dalam proses memotong, mengukir, menyolder, hingga memoles setiap detail karya.
Baca juga: Kargo MotoGP Mandalika 2025 Berangkat ke Australia, Dikirim dalam Tiga Tahap Penerbangan
Sejak berdiri pada 2014, Sweda berkomitmen menjaga warisan perak Yogyakarta yang telah hidup sejak abad ke-16. Dalam pernyataannya, Sweda menulis:
“Kami percaya setiap karya harus memiliki jiwa dan cerita. Tradisi bukan sesuatu yang harus ditinggalkan, melainkan diwariskan dalam bentuk baru yang bisa dibanggakan di masa kini.” tulis Sweda dalam pernyataannya.
Kolaborasi antara Pertamina, InJourney, MGPA, dan Dorna Sports dalam memilih Sweda bukan tanpa alasan. Sweda dinilai mampu merepresentasikan identitas dan nilai autentik Indonesia di mata dunia.
Setidaknya ada tiga alasan utama pemilihan Sweda:
- Mengusung nilai tradisional Indonesia melalui pendekatan kriya.
- Menjaga presisi dan kualitas tinggi sesuai standar internasional MotoGP.
- Menghadirkan makna simbolis yang memadukan budaya Sasak, keindahan Mandalika, dan semangat global kompetisi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.