Apa Arti Kata ACAB dan Kode 1312? Kata Kunci yang Viral dan Trending di Twitter, Cek Penjelasannya!
Istilah ACAB dan kode 1312 menjadi simbol protes global sejak 1920-an, dari grafiti, musik punk, hingga aksi demonstrasi modern, cek ulasan lengkapnya
Penulis: Irsan Yamananda | Editor: Irsan Yamananda
TRIBUNLOMBOK.COM - Beberapa waktu terakhir, lini masa media sosial di Indonesia ramai dengan singkatan ACAB dan angka 1312. Di platform X (dahulu Twitter), tagar seperti #ACAB, #1312, hingga #ACAB1312 banyak dipakai warganet dalam unggahan mereka.
Secara sederhana, ACAB adalah akronim dari frasa bahasa Inggris “All Cops Are B****rds”, yang jika diterjemahkan berarti “Semua Polisi Adalah B***ngan”.
Istilah ini kerap muncul dalam bentuk grafiti, tato, hingga karya visual lain sebagai simbol perlawanan terhadap perilaku aparat yang dianggap tidak etis.
Untuk menyamarkannya, sebagian orang menulisnya dalam bentuk angka 1312, sesuai urutan abjad: 1=A, 3=C, 1=A, 2=B.
Jejak Awal di Inggris
Sumber-sumber mencatat bahwa istilah ACAB sudah dikenal sejak awal abad ke-20.
Menurut Dictionary of Catchphrases, frasa lengkap “All Coppers Are B****rds” diyakini muncul di Inggris sekitar 1920-an.

Catatan leksikografer Eric Partridge misalnya, menyinggung sebuah syair pendek yang memuat kalimat tersebut.
Sementara itu, bentuk singkatan ACAB diperkirakan mulai digunakan pada era 1970-an.
Bahkan, sutradara Sidney Hayers sempat menjadikannya judul film drama kriminal tahun 1972 berjudul All Coppers Are….
Pada periode inilah istilah tersebut semakin mengakar di kalangan masyarakat urban Inggris.
Baca juga: Gelombang Demo Nasional: Korban Berjatuhan dari Solo, Jogja, Medan dan 4 Daerah Lainnya!
Dari Mogok Buruh ke Subkultur Punk
ACAB semakin populer pada 1940-an ketika gelombang demo buruh mengguncang Inggris.
Salah satu kasus yang sempat jadi sorotan adalah pemberitaan koran Daily Mirror tentang remaja yang ditangkap lantaran mengenakan jaket bertuliskan ACAB.
Popularitasnya kemudian berlanjut di dekade 1970–1980-an, terutama dalam subkultur skinhead dan musik punk.
Grup punk Oi! asal London, The 4-Skins, menjadi salah satu band yang paling berpengaruh dalam menyebarkan slogan ini.
Mereka bahkan merilis lagu berjudul “A.C.A.B.” pada 1980-an, yang kemudian menjelma sebagai simbol perlawanan kelas pekerja terhadap otoritas negara.
Tak hanya The 4-Skins, sejumlah band punk lain seperti Sham 69, The Last Resort, The Business, Cockney Rejects, The Exploited, hingga The Casualties juga ikut menggemakan slogan tersebut.
Menjadi Slogan Global

Seiring waktu, ACAB menembus batas negara. Slogan ini bisa ditemukan dalam berbagai demonstrasi besar di dunia, mulai dari Arab Spring di Mesir, protes pro-demokrasi di Hong Kong, kerusuhan politik di Eropa, hingga aksi-aksi di Indonesia.
Di Amerika Serikat, ACAB kembali mengemuka pada 2020, bersamaan dengan gelombang protes Black Lives Matter setelah kasus kematian George Floyd di tangan polisi Derek Chauvin.
Sejak saat itu, slogan ini kian marak dijumpai di dinding kota, stadion sepak bola, mural, hingga dunia digital seperti TikTok, Instagram, bahkan game Animal Crossing.
Baca juga: Tragedi di Makassar dan Solo: 3 Orang Tewas Akibat Gedung DPRD Terbakar, Ambulans Diserang Aparat
Kontroversi yang Tak Pernah Padam
Meski populer, ACAB tidak lepas dari kontroversi.
Sebagian orang menafsirkannya secara literal, bahwa semua polisi bersalah karena menjadi bagian dari sistem bermasalah.
Namun, sebagian lain melihatnya sebagai kritik terhadap institusi, bukan serangan personal pada setiap individu polisi.
Bagi gerakan penghapusan polisi (abolitionist movement), ACAB dianggap sebagai alat komunikasi yang singkat, mudah dipahami, sekaligus provokatif.
Sebaliknya, serikat polisi menilai slogan ini merusak citra aparat dan memperlebar jurang kebencian publik terhadap institusi kepolisian.
ACAB dalam Budaya Populer
Kini, ACAB dan 1312 telah melintasi generasi dan batas budaya. Dari grafiti jalanan, musik punk, mural stadion, hingga meme media sosial, akronim ini tetap bertahan sebagai simbol perlawanan.
Seperti halnya lagu “F** tha Police”* milik N.W.A. pada 1988, ACAB membuktikan bahwa bahasa protes selalu menemukan jalannya dalam budaya populer.
Lebih dari sekadar kata-kata kasar, ACAB mencerminkan ketegangan panjang antara masyarakat dengan otoritas.
Sejarah panjangnya menunjukkan bahwa bentuk protes bisa berubah dari waktu ke waktu, tetapi semangatnya tetap sama: melawan ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan.
(TribunLombok/ Irsan Yamananda)
VIRAL! Penjual Gelang di Pantai Aan Hafal Ratusan Ibu Kota Negara, Menteri Pratikno Ajak Video Call |
![]() |
---|
Update Kasus Rantis Brimob Lindas Driver Ojol di Jakarta: Keterangan Saksi Hingga Janji Kapolri |
![]() |
---|
Viral Video Detik-detik Driver Ojol Dilindas Mobil Lapis Baja Brimob Saat Demo di Jakarta Pusat |
![]() |
---|
Lagu dengan Lirik 'Aring-Aring Mbakar Gedang Campur Sawi' Viral, Ini Lirik Lengkap dan Artinya |
![]() |
---|
Penjelasan Sekolah terkait Penyebab Nasi MBG Basi di SMAN 3 Selong |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.