Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Masa penyelesaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengelolaan keuangan tahun 2024 Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) belum 100 persen.
Plt Inspektur NTB Lalu Hamdi mengatakan, batas penyelesaian LHP berakhir pada 19 Agustus 2025 atau sudah 60 hari sejak dibacakan.
Penyelesaian temuan BPK untuk administrasi sebanyak 97,8 persen dari 450 dokumen.
Sementara untuk penyelesaian temuan keuangan 72 persen dari Rp4,77 miliar lebih.
"Tetap kita tagih sisanya yang belum mengembalikan," kata Hamdi saat ditemui di Kantor Gubernur NTB, Kota Mataram, Rabu (20/8/2025).
Baca juga: Daftar Temuan BPK atas LHP Pemprov NTB 2024: Denda Proyek hingga Dana BOS
LHP BPK adalah proses penilaian akhir terhadap satu periode kinerja pemerintahan sebagai penyajian mengenai pertanggungjawaban anggaran publik yang dikelola lembaga pemerintahan.
Hamdi mengungkapkan sekurangnya ada delapan dinas yang belum menyelesaikan LHP BPK.
Di antaranya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud), Dinas Pekerjaan Umum dan Pentaan Ruang (PUPR).
Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra), Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distambun), Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan), Dinas Pariwisata dan Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim).
Mantan Karo Pemerintahan ini mengungkapkan, kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan LHP BPK ini ialah keberadaan dari para pihak yang tidak menetap.
Hal ini membuat pihaknya kesulitan untuk menyelesaikan temuan ini.
"Tetap kita hubungi secara intensif untuk nantinya kita akan datangi masing-masing," kata Hamdi.
Baca juga: Pemprov NTB Optimis Selesaikan Temuan BPK, Progres Sudah 57 Persen
Jika batas waktu tertentu, Inspektorat selanjutnya akan menggelar sidang tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi (TPTGR) untuk menyelesaikan kerugian negara.
Daftar Temuan BPK
LHP BPK mengungkap temuan Rp 4,77 miliar, antara lain terkait kekurangan penerimaan atas denda keterlambatan proyek senilai Rp 3,13 miliar.
Kelebihan pembayaran atas belanja pegawai dan belanja barang dan jasa seluruhnya senilai Rp1,18 miliar.
Penyaluran bantuan sosial tidak tepat sasaran senilai Rp28 juta, dan dana bantuan sosial yang digunakan oleh pihak yang salah senilai Rp290 juta.
Penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) tidak sesuai ketentuan senilai Rp136,76 juta.
Hamdi mengungkapkan temuan BPK ini berkaitan dengan kekurangan volume pada pengerjaan fisik proyek yang tidak taat dengan ketentuan.
(*)