Berita NTB

Pemprov NTB Kaji Surat Pemkab Lombok Utara Soal Permintaan Diskresi Kebutuhan Air Bersih Gili Meno

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PERMINTAAN DISKRESI - Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) NTB Lalu Mohammad Faozal memberi penjelasan terkait permintaan diskresi dari Pemkab Lombok Utara mengenai operasional perusahaan air bersih di Gili Meno. Izin lokasi PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) sebagai penyedia air bersih di Gili Meno dicabut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Persoalan air bersih di Dusun Gili Meno, Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok Utara belum usai.

Bupati Lombok Utara Najmul Ahyar sudah bersurat kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk memberikan diskresi menyusul pencabutan izin lokasi PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 

Perusahaan ini merupakan operator tunggal seawater reverse osmosis (SWRO) untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Gili Meno.

Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) NTB Lalu Mohammad Faozal mengatakan pemerintah provinsi belum memberi jawaban atas permintaan Bupati Lombok Utara itu. 

"Ada surat dari bupati, tapi kita kaji dulu rencananya minggu depan setelah HUT RI ini kita akan panggil. Permintaan diskresi untuk PT TCN," kata Faozal. 

Faozal belum mengetahui solusi jangka pendek yang akan dilakukan dengan alasan belum mendengar penjelasan dari Pemkab Lombok Utara mengenai kondisi terkini.

Baca juga: PDAM Lombok Utara dan PT TCN Didenda Rp12 Miliar Atas Kasus Persekongkolan Tender Air Bersih

PDAM Lombok Utara dan PT TCN Didenda 

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan sanksi tegas terhadap dua pelaku usaha yang terbukti melakukan persekongkolan dalam pengadaan penyediaan air bersih di Kabupaten Lombok Utara. 

Sanksi tersebut berupa denda dengan total yang dikenakan mencapai  Rp12 miliar. 

Putusan dibacakan di Kantor KPPU Jakarta, Senin (30/6/2025).

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Rhido Jusmadi bersama dua Anggota Majelis, M. Fanshurullah Asa dan Moh. Noor Rofieq. 

Dua pihak yang terbukti melanggar adalah Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air  Minum Amerta Dayan Gunung (sebelumnya bernama PDAM Kabupaten Lombok Utara) sebagai Terlapor I, dan PT Tiara Cipta Nirwana sebagai Terlapor II. 

"Perumda dikenakan denda sebesar Rp 8 miliar, sementara PT Tiara Cipta Nirwana didenda Rp 4 miliar," ucap Rhido dalam putusannya. 

Gambaran Kasus

Kasus ini bermula dari laporan masyarakat atas dugaan pelanggaran dalam tender Pengadaan Badan Usaha Penyedia Air Bersih dengan Teknologi SWRO (Sea Water Reverse Osmosis) oleh PDAM Kabupaten Lombok Utara untuk Tahun Anggaran 2017. 

Tender dilaksanakan melalui skema prakarsa badan usaha.

Berdasarkan hasil persidangan yang dimulai sejak 1 November 2024, Majelis Komisi menemukan adanya praktik tidak sehat yang mengarah pada pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

Tindakan yang dilakukan kedua terlapor antara lain berupa kerja sama yang melanggar hukum dalam mengatur pemenang tender.

Pemberian peluang eksklusif kepada PT Tiara Cipta Nirwana, serta penetapan perusahaan tersebut sebagai pemrakarsa tanpa memenuhi prosedur dan dokumen yang sah. 

Hal ini menyebabkan berkurangnya partisipasi pelaku usaha lain dalam proses tender, dan secara langsung merusak iklim persaingan yang sehat. 

Selain itu, pengadaan tersebut juga ditemukan tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 dan Peraturan Kepala LKPP Nomor 19 Tahun 2015. 

Setelah melalui berbagai proses persidangan, Majelis Komisi memutuskan bahwa  kedua terlapor secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, yang melarang pelaku usaha bersekongkol dalam menentukan pemenang tender. 

Kedua terlapor diwajibkan membayar denda tersebut ke kas negara dalam waktu maksimal 30 hari setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). 

Jika mengajukan keberatan, masing-masing terlapor wajib menyampaikan jaminan bank sebesar 20 persen dari nilai denda ke KPPU dalam waktu 14 hari sejak putusan dibacakan. 

(*)

 

Berita Terkini