Berita Sumbawa

Tersangka Kasus Pencabulan Anak Ajukan Praperadilan terhadap Kapolres Sumbawa

Penulis: Rozi Anwar
Editor: Wahyu Widiyantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PRAPERADILAN TERSANGKA - Sidang Praperadilan tersangka kasus dugaan pencabulan anak di Pengadilan Negeri Sumbawa di Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa, Jumat (11/4/2025). Pemohon mendalilkan dugaan kejanggalan penanganan kasus mulai dari tindak lanjut laporan aduan sampai penetapan tersangka.

TRIBUNLOMBOK.COM, SUMBAWA - Tersangka kasus pencabulan berinisial MJ alias Jen Ak Syarafiah mengajukan praperadilan terhadap Kapolres Sumbawa.

Sidang Praperadilan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Sumbawa ini teregister dengan perkara nomor: 1/Pid.Pra/2025/PN Sbw.

Pemohon mengajukan praperadilan atas penetepannya sebagai tersangka. 

Sidang yang dipimpin hakim tunggal Fransiskus Xaverius Lae, Jumat (11/4/2025) digelar dengan agenda pembuktian. 

Polda NTB menerjunkan tim untuk menjalani sidang.

"Kami turun langsung ke sana," kata Kepala Bidang Hukum Polda NTB Kombes Pol Abdul Azas Siagian, Jumat (11/4/2025).

Baca juga: Mantan Direktur PT Bliss Ajukan Praperadilan, Kejati NTB: Itu Hak Tersangka

Dalam sidang hari ini, pemohon dan termohon meminta agar sidang dilanjutkan pada hari Senin (14/4) dengan agenda pemeriksaan saksi.

Azas memastikan penanganan kasus ini sudah berjalan sesuai prosedur.

"Kalau memang dia (pemohon) mendalilkan itu bukan merupakan tindak pidana atau kami salah dalam penetapan tersangka, berarti kalah kami 'kan? Itu saja," ujarnya.

kuasa hukum pemohon Febriyan Anindita menjelaskan bahwa dasar kliennya mengajukan Praperadilan yakni tentang dugaan kejanggalan penanganan kasus mulai dari tindak lanjut laporan aduan sampai penetapan MJ sebagai tersangka.

"Hal pertama yang kami soroti terkait Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) ganda yang terbit dengan penomoran berbeda tapi tanggalnya sama," kata Febriyan.

Dua Sprindik yang sama penanggalannya pada 25 Januari 2025 tersebut bernomor: Sp.Sidik/45/I/2025/Reskrim, dan Sprin.Dik/45/I/RES.1.4/2025/Reskrim.

"Selain Sprindik ganda yang terbit dengan penomoran berbeda, disusul lagi dengan penerbitan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) ganda yang terbit dengan penomoran berbeda dan tanggal yang berbeda," ujarnya.

SPDP pertama, kata dia, terbit pada tanggal 31 Januari 2025 dengan nomor: B/239/SPDP/19/I/RES.1.4/2025/Res Sbw. 

Dalam SPDP pertama tercatat Sprindik Nomor: Sprin.Dik/45/I/RES.1.4/2025/Reskrim.

Sedangkan, untuk SPDP kedua terbit pada tanggal 04 Maret 2025, dengan nomor: B/581/SPDP/40/III/RES.1.4/2025/Res Sbw. 

Dalam SPDP kedua tercatat Sprindik berbeda dengan Nomor: Sprin.Dik/45/I/RES.1.4/2025/Reskrim.

"Jadi, memperhatikan dan mencermati fakta itu, terlihat jelas bahwa SPDP terhadap Sprindik Nomor: Sp.Sidik/45/I/2025/Reskrim, tanggal 25 Januari 2025 tidak pernah diberikan sampai saat ini baik kepada tersangka, keluarganya, maupun kepada kami penasihat hukum," ucap dia.

Padahal, dalam aturan KUHAP, SPDP itu bersifat wajib untuk diberikan terhitung paling lambat 7 hari sejak Sprindik diterbitkan.

"Jadi, ini adalah fakta yang kami ungkapkan di persidangan," kata Febriyan.

Febriyan juga menyoroti hasil visum korban yang terbit dari pihak rumah sakit lebih dahulu muncul sebelum dengan penerbitan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik).

Terakhir, terkait surat panggilan pertama Nomor: S.Pgl/198/I/RES.1.4/2025/ Reskrim, tanggal 29 Januari 2025. 

Dalam kop surat tersebut, penyidik meminta MJ memenuhi panggilan dalam kapasitas sebagai saksi pada 3 Februari 2025, berbeda dengan isi surat yang menyebut MJ sebagai tersangka.

"Bagaimana cerita dalam satu surat panggilan isinya saling bertentangan, padahal diketahui bersama karakteristik dari Hukum Acara Pidana harus tertulis jelas dan tegas, jangankan lecet satu huruf, lecet satu kata pun bukan maka fatal akibat hukumnya," ujar dia.

Sebagai gambaran, Satreskrim Polres Sumbawa menetapkan MJ sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan anak ini pada 28 Januari 2025 atas tindak lanjut laporan aduan ibu kandung korban berinisial RW pada akhir Desember 2024.

Laporan aduan tersebut merujuk pada dugaan pelanggaran Pasal 82 ayat (1) juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Korban dalam kasus ini masih ada hubungan keluarga dengan tersangka, karena istri MJ adalah anak dari istri pertama ayah kandung korban.

Sedangkan, RW sebagai pelapor dalam kasus ini merupakan istri keempat.

Perbuatan asusila itu diduga terjadi saat korban tinggal bersama MJ dan istrinya yang diketahui hingga kini belum juga memiliki anak kandung.

(*)

Berita Terkini