Warga Sekotong Tolak Eksekusi Lahan Gili Sudak, Dikhawatirkan Ganggu Kenyamanan Wisatawan

Penulis: Rozi Anwar
Editor: Sirtupillaili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga Sekotong menolak kedatangan dua perahu tim PN Mataram saat hendak melakukan eksekusi lahan di Gili Sudak, Kamis (21/3/2024).

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Rozi Anwar

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT - Warga Gili Sudak, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat menolak kedatangan tim Pengadilan Negeri (PN) Mataram yang akan melakukan eksekusi terhadap lahan sengketa seluas 5,6 hektare (ha).

Aksi penolakan ini terjadi saat dua perahu tim PN Mataram hendak melakukan eksekusi, pada hari Kamis (21/3/2024).

Sejak pagi, puluhan warga sudah bersiap di pinggir pantai untuk menolak eksekusi lahan tersebut. Warga juga menuding adanya praktik mafia tanah di kawasan tersebut.

Wil Ahmad (25), salah satu warga yang menolak keras eksekusi lahan di Gili Sudak mengatakan, kisruh kepemilikan tanah ini bisa menggangu aktivitas wisatawan yang berlibur di kawasan tiga gili.

"Tempat ini adalah tempat kami mencari uang, di sini tempat mata pencaharian kami dan itu rata-rata kami masyarakat Sekotong mencari uang di pulau ini, kami tidak rela pulau ini dikuasai oleh orang luar," keluhnya setelah ia menolak kedatangan tim PN Mataram pada Kamis (21/3/2024).

Baca juga: Mengintip Indahnya Gili Sudak, Tempat Wisata yang Menarik Dikunjungi

Sementara itu Kurniadi, kuasa hukum warga mengatakan, surat penetapan konstatering yang dikeluarkan oleh PN Mataram Nomor: 142/Pdt.G/2019/PN.Mtr tanggal 24 Januari 2024 itu lemah.

Pemilik lahan seluas 0,43 hektare di Gili Sudak menganggap eksekusi lahan seluas 5,6 hektare yang diklaim milik Muksin Mahsun bertentangan dengan aturan perundang-undangan.

"Koq cepat sekali, penggugat ini belum bisa melakukan eksekusi karena lima pemilik lahan sedang berupaya melakukan verzet kepada penggugat Muksin Mahsun," terang Kurniadi.

Kurniadi menilai gugatan pertama Muksin Makhsun tidak mencantumkan luas tanah secara tepat dan batas objek tanah yang disengketakan dengan lima pemilik tanah.

Menurutnya, gugatan Muksin Mahsun untuk menguasai lima bidang tanah milik tergugat seluas 0,43 hektare, Debora Susanto (0,98 hektare), Baiq Nulia Sodari (3,1 hektare), dan HGB milik PT Pijak Pilar (1 hektare) itu cacat hukum.

"Kami duga ini akta jual beli tanah milik Muksin Mahsun cacat hukum. Jadi eksekusi oleh pihak Muksin Mahsun ini berdasarkan hasil peninjauan kembali tahun 2023 itu tidak sah menurut kami," tambahnya.

Kurniadi, anggota tim kuasa hukum memberikan penjelasan di Gili Sudak, Kamis (21/3/2024). (TRIBUNLOMBOK.COM/ROZI ANWAR)

Kurniadi menjelaskan, dia membeli tanah tersebut dalam kondisi bersertifikat pada 2005 dari warga Gerung, Lombok Barat.

Ia mengeklaim kliennya memperoleh tanah dengan cara sah. Awalnya kliennya, menguasai tanah lokasi dengan tujuh kamar vila di Gili Sudak.

"Dari tahun 2012 tidak ada yang keberatan sampai membangun vila tahun 2015. Nah tiba-tiba di tahun 2017 Muksin Mahsun ini datang menguasai tanah atas dasar jual beli yang dilakukan tahun 1974 lalu," jelasnya.

Halaman
12

Berita Terkini