Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Penyakit rabies saat ini mulai menebar ancaman terlebih setelah banyak kasus terjadi di dua pulau yakni Bali dan Sumbawa.
Lombok Timur mulai mewaspadai penyebaran penyakit anjing gila ini sebagai daerah perlintasan.
Kepala Bidang Keswan pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Lombok Timur, Hultatang tak menampik potensi penyebarannya.
"Kita misalnya (Lombok Timur) sudah berusaha membentengi diri kita dengan segala upaya dan pengawasan kita, tetapi ada Kabupaten tetangga kita yang longgar pengawasannya, maka potensi penyebaran rabies masih ada," ucap Hultatang, menjawab TribunLombok.com, Senin (14/8/2023).
Baca juga: Dua Bocah dan Seorang Polisi di Dompu Digigit Anjing yang Diduga Rabies
Dijelaskannya, tidak hanya kabupaten tetangga saja namun juga perhatian lebih Bali, Sumbawa dan NTT.
Dirinya berharap agar lalu lintas keluar masuk hewan ternak dari tiga pulau itu lebih diperkuat, terutama hewan peliharaan seperti anjing dan kucing.
Hultatang menjelaskan, penyakit hewan menular strategis dibagi menjadi dua, yakni zoonosis dan non zoonosis.
Zoonosis adalah penyakit yang menular dari hewan ke manusia.
Sedangkan nonzoonosis penyakit yang hanya menular dari hewan ke hewan lainnya.
Baca juga: 4 Ribu Ekor Monyet di Pulau Bali Sudah Divaksinasi untuk Mencegah Rabies
"Untuk mengatasi itu semua, maka lalu lintas hewan ternak antar kabupaten dan antar pulau harus diperkuat. Hal itu menjadi kunci utama dalam upaya membebaskan Lombok Timur dari ancaman penularan penyakit hewan menular strategis tersebut," katanya.
Kaitannya dengan itu, maka menjadi penting untuk dilakukan check point di setiap perbatasan, baik perbatasan antar kabupaten maupun perbatasan antar pulau.
"Check point antar pulau itu disebut dengan karantina, dan kita sudah punya itu. Cuma check point daratan, misalnya antara kabupaten Lombok Timur dengan Lombok Tengah, itu kita ndak punya," tuturnya.
Check point antar kabupaten menjadi lebih krusial dikarenakan terdapat banyak jalan tikus yang di desa-desa yang berbatasan langsung dengan kabupaten lain.
Lantaran itu, maka Pemdes harus menjadi garda terdepan untuk melakukan check point.
"Termasuk daerah-daerah pesisir yang berbatasan dengan antarpulau, juga perlu kita edukasi tentang penyakit rabies ini. Atau nanti kita akan lebih banyak turun untuk mengedukasi masyarakat," katanya.
Dijelaskan, terdapat tiga hewan yang mampu menularkan rabies yang biasa disebut dengan HPR (Hewan Penular Rabies) yaitu anjing, kucing, dan kera.
"Nah kita banyak mendapat laporan ada kasus orang digigit anjing. Setelah kita turun ke lapangan, dan hasil wawancara kita dengan yang digigit, hasilnya tidak ada indikasi rabies," imbuhnya.
"Dari beberapa kasus yang kita tangani, untuk sementara kita simpulkan anjing galak. Misalnya, ada anak-anak main layangan tapi ada anjing sedang bunting atau baru melahirkan merasa daerah teritorialnya terganggu, maka dia akan menggigit," lanjutnya.
Dia mengungkap, salah satu tanda yang paling umum pada anjing yang terkena rabies adalah ketika ia mengeluarkan air liur dalam jumlah banyak.
Selain itu, anjing yang terkena rabies juga menjadi lebih agresif, saat terkena rabies, anjing akan menjadi lebih galak dan buas terhadap orang maupun hewan lain, bahkan pada orang yang sudah dikenalnya.
"Jadi, ciri-ciri anjing rabies itu sebenarnya, galaknya itu diatas rata-rata. Artinya dia akan menggigit apapun yang dia temui. Kemudian dia akan mengalami hipersanipasi," terangnya.
Baca juga: Kasus Gigitan Anjing Rabies di Kota Mataram Nihil Tapi Dinkes Tetap Siapkan Vaksin
Diuraikannya, anjing yang terkena rabies akan mengalami tiga fase.
Yang pertama adalah fase phobia, dimana anjing akan mengalami rasa takut terhadap cahaya, air, dan udara.
Yang kedua fase ekstasif, di fase inilah anjing akan menggigit setiap yang dijumpainya, berlangsung selama dua minggu.
"Yang ketiga adalah fase paralisa, setelah dua minggu dia akan mengalami kematian," tukasnya.
Pada kesempatan yang sama, Hultatang menegaskan bahwa penyakit rabies merupakan virus penyakit yang sangat berbahaya yang dapat menyerang otak dan sistem saraf, yang hingga saat ini belum ada obatnya.
Karena itu, dirinya menyarankan bagi masyarakat yang terkena gigitan anjing agar segera dibawa ke rumah sakit dan diberikan vaksin anti rabies (VAR).
"Kalo tidak segera divaksin kecil kemungkinan bisa selamat. Karna rabies itu belum ada obatnya, hanya bisa mencegah dia dengan divaksinasi. Jadi, anti body khusus untuk rabies yang ada di dalam tubuh manusia itu, begitu masuk virusnya bisa ditangkal," paparnya.
Selain itu, dirinya juga mengharapkan kepada semua pihak untuk menggencarkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), dikarenakan Provinsi NTB sudah berstatus KLB (kejadian luar biasa) setelah adanya kasus rabies di kepulauan Sumbawa.
"KIE ini semua kita harus mengambil tanggungjawab. Di desa harus bertanggungjawab, ibu-ibu PKK-nya, Puskesmas, Puskeswan-nya juga bertanggungjawab. Sehingga rabies ini bisa kita tangkal untuk masuk di Lombok Timur," demikian Hultatang.
(*)