TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Dewan Pengurus Daerah (DPD) PDIP Provinsi NTB mengecam aksi persekusi yang dilakukan sekelompok warga terhadap kadernya berinisial S (50), di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Minggu, 16 Juli 2023.
Wakil Ketua Bidang Kehormatan DPD PDIP NTB Raden Nuna Abriadi menegaskan, aksi perkusi yang viral di media sosial tersebut merugikan partainya.
Sebab selain mendapat pengeroyokan dan persekusi, S juga dituding merudapaksa anak kandungnya hingga hamil.
Belakangan sang anak telah membantah tudingan bahwa ayahnya melakukan perbuatan tak senonoh pada dirinya.
"Apapun alasannya, benar dan salahnya informasi yang beredar itu, tidak boleh ada perbuatan bar bar (perkusi) yang viral di media sosial itu," tegas Raden Nuna dengan nada tinggi dalam rilis yang diterima TribunLombok.com, Jumat (21/7/2023).
"Apalagi si anak sudah mengakui bahwa ayahnya bukan pelaku dari tindakan pemerkosaan itu," tegasnya.
Baca juga: Kasus Dugaan Asusila Bacaleg PDIP Masuk Tahap Penyidikan di Polda NTB
Menuru Raden Nuna, dalam kasus tersebut perlu ada klarifikasi dari aparat kepolisian, khususnya Polres Lombok Barat.
Menurut PDIP, dalam video yang viral tersebut terkesan aparat kepolisian membiarkan warga melakukan aksi persekusi tersebut.
Kini korban S yang juga menjabat ketua PAC PDIP Kecamatan Sekotong masih dirawat intensif di RSUD Lombok Barat.
Sekujur tubuhnya mengalami luka lebam akibat pemukulan oleh massa aksi tersebut.
"Kami minta Kapolres Lobar mempertanggung jawabkan atau menarik omongannya yang mengatakan bahwa kader kami adalah diduga pelaku pemerkosa anaknya. Padahal, kasus ini masih dalam proses lidik dan belum taraf penyidikan tapi kok berani mengatakan S adalah pelakunya," jelas Nuna.
Lebih lanjut, anggota DPRD Provinsi NTB Dapil Lobar-KLU itu, menyatakan, pernyataan Kapolres Lobar telah membuat penggiringan opini yang tidak baik pada partai PDIP.
Akibat penyataan itu, masyarakat sudah mengkaitkan PDIP sebagai partai yang enggak-enggak.
Sehingga berdampak pada elektoral partai yang terganggu dan merugikan menjelang perhelatan Pemilu 2024.
"Kami minta cabut kembali pernyataan Pak Kapolres yang sudah menyimpulkan sesuatu kasus yang belum terbukti kebenarannya. Namun sudah berani umbar-umbar di media bahwa sudah disimpulkan jika kader kami adalah pelakunya," kata Nuna.
Ia memastikan PDIP NTB akan solid untuk terus mengawal kasus yang menimpa kader PDIP di Lobar hingga menemui titik terang.
Hal ini lantaran, hukum adalah panglima di negeri Indonesia yang harus dijunjung oleh seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Nuna, aksi persekusi yang terjadi pada kader PDIP di Sekotong, menandakan bahwa negara tidak hadir dalam melindungi warga negaranya.
Terlebih, aparat kepolisian terkesan membiarkan warga seenaknya melakukan pemukulan hingga menyebabkan kader PDIP hingga kini dirawat intensif di RSUD Lobar.
"Dari hasil investigasi kami, peristiwa perkusi di Sekotong itu, sangat menodai kita semua, apalagi belum ada bukti yang valid pada kader kami," ucap dia.
Lebih lanjut Nuna mendesak agar para pelaku tindakan perkusi itu diproses secara hukum.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD PDIP NTB Hakim Ali Niazi mengatakan, S yang menjadi korban persekusi saat ini statusnya masih menjadi kader PDIP.
Sebab, yang berhak melakukan pemecatan adalah DPP PDIP di Jakarta.
"Kami paham langkah awal DPC PDIP Lobar memecat kadernya dalam kerangka menjaga kondusifitas partai. Tapi, karena ada temuan dari hasil investigasi oleh partai yang berbeda, maka surat DPC PDIP Lobar yang masih di DPD PDIP NTB, enggak kita lanjutkan alias status S masih sah sebagai kader PDIP," jelas Hakam.
Hakam juga menambahkan bahwa pihaknya mencintai institusi kepolisian sebagai aparat penegak hukum di republik Indonesia.
Namun pihaknya juga memiliki hak untuk meminta agar Komnas HAM dan Kompolnas untuk turun langsung ke wilayah Sekotong dalam rangka melakukan investigasi lanjutan untuk membongkar siapa aktor intelektual yang telah membuat kader PDIP dihakimi oleh massa seenaknya seperti itu.
(*)