Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, BIMA - Biaya yang harus dikeluarkan peternak sapi asal Bima, Nusa Tenggara Barat saat mengirim ternak ke luar daerah, ternyata tidak hanya ongkos transportasi dan administrasi.
Para peternak juga harus merogoh kantong mereka lebih dalam untuk membayar pungutan di tengah jalan.
Baca juga: Sapi Asal Bima Dilelang di Jabodetabek dengan Harga Sangat Rendah yaitu Rp 8 Juta per Ekor
Pungutan liar tersebut tidak hanya dilakukan satu oknum saja, tapi oleh beberapa oknum dari institusi berbeda.
Seorang peternak asal Bima berinisial AD mengungkap, truk fuso yang membawa sapi diberhentikan di tengah jalan sepanjang Kabupaten Dompu hingga Kabupaten Sumbawa.
"Ada sejumlah pos, mulai masuk pertama Dompu sampai pertama masuk Sumbawa itu semuanya ada pungutannya," ungkap AD kepada TribunLombok.com, Rabu (5/7/2023).
AD dengan jelas menyebutkan, asal institusi para oknum karena ada yang mengenakan seragam saat melakukan pungli.
"Ada yang kenakan seragam dan pakai baju bebas," katanya sembari menyebutkan seragam para oknum tersebut.
AD pun pernah bertanya, untuk apa uang yang diminta tersebut tapi tidak dijelaskan sama sekali.
"Hanya dijawab udah biasa, untuk laporan. Gitu aja jawabnya," kata AD.
Ditanya jumlah uang yang dipungut menurut AD, mulai dari Rp50 ribu hingga Rp150 ribu per truk fuso atau per ekor sapi.
Biasanya oknum tersebut membawa stempel sebagai bukti, jika pungutan tersebut sah. Akan tetapi tidak ada kuitansi yang diberikan.
"Mereka stempel pada surat yang sudah kami pegang itu saja, tidak ada kuitansi atau surat baru lagi," tandasnya.
Jika diakumulasi jumlah uang yang harus dirogoh para peternak untuk Pungli ini, bisa mencapai Rp1.500.000 per truk fuso.
Pasalnya, kata AD, pos yang memungut tidak hanya satu tapi sepanjang jalan dengan besaran yang bervariasi.
"Kalau yang di Dompu itu lima puluh ribu sampai seratus ribu per truk, nah kalau yang di Sumbawa itu dihitung per ekor sapi dalam satu truk," bebernya lagi.
"Saya lihat ember yang digunakan untuk simpan uang itu, penuh, karena banyak sekali fuso yang jalan bawa sapi kan kemarin," tambah AD.
Praktik pungli ini, lanjut AD, menjadi persoalan yang menambah penderitaan para peternak asal Bima yang hendak menjual sapinya ke daerah lain.
AD merasa percuma mengurus lengkap administrasi di pemerintahan secara resmi tapi di jalan masih saja dipungli oleh oknum petugas.
"Berapa sih keuntungan kami, sedikit sekali kalau dibandingkan dengan uang yang kami keluarkan saat kirim sapi, apalagi sekarang kami buntung, bukan untung," pungkasnya. (*)