Itulah sebabnya, kata Wen, sapaan akrab Juaini, konsorsium Adil Sejahtera (ADARA) NTB yang merupakan gabungan dari dua lembaga yakni Gema Alam dan LBH Apik didukung Oxfam coba memanfaatkan potensi tersebut berlandaskan pada tiga pilar pokok.
Ketiga pilar yaitu penghapusan kekerasan berbasis gender, pemberdayaan ekonomi perempuan dan peningkatan akses kontrol perempuan dalam pengambilan keputusan.
Wen mengatakan, pihaknya coba mengoptimalkan pilar kedua, yakni pemberdayaan ekonomi perempuan.
"Pilar kedua yakni permberdayaan ekonomi perempuan, berangkat dari beberapa potensi yang diusung oleh pendampingan ADARA di tiga desa yakni Pringgasela Selatan, Beririjarak, dan Desa Jurit Baru," kata Wen.
Utamanya pada bira yang menjadi kekayaan alam dari desa Jurit Baru, mengingat dari ujung akar sampai ujung daun bisa dimanfaatkan, maka dari itu ADARA memulai mengembangkan UMKM dimulai dari produkolahan nira, maka terciptalah produk olahan nira yakni gula aren semut.
Selain dari olahan nira, di tiga desa tersebut konsorsium ADARA juga mengembangkan produk UMKM lokal, seperti Rerempek yakni tenunan yang dibuat dari tenun sisia. Ini sekaligus mendukung program pemerintah yakni zero waste.
Selain itu, di Desa Prungga Jarak ada olahan berbahan dasar kopi, seperti kopi bubuk, dan pukis yang terbuat dari kopi asli.
"Dari barang ini sudah ada label halal, dan untuk tenun sudah mendapatkan hak kekayaan intelektual," ujarnya.
Menurut dia, ADARA membantu dari segi pemasaran melalui bazar dan pameran, dan penjualan secara online. Demikian pula melalui ritel moderen.
"Pasar yang sejauh ini sudah disentuh seperti, Ruby, Niaga, dan teman-teman sudah terbiasa dikunjugi wisatawan asing. Teman-teman ini juga disuport keluarga, dan didukung Deskranasda. Khusus tenun sudah diakui Unesco," demikian Wen. (*)