Laporan wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Warga Dusun Bilekedit Barat, Desa Babussalam, Kecamatan Gerung, Lombok Barat melakukan tradisi unik maleman, pada malam ke-27 Ramadhan, Senin (17/4/2023).
Maleman merupakan salah satu tradisi masyarakat Suku Sasak di Lombok setiap malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan.
Pada saat maleman, orang dewasa hingga anak-anak akan membakar mal-mal atau biasa disebut dile jojor.
Dile Jojor berasal dari kata "dile" yang berarti lampu.
Lampu ini merupakan lampu tradisional yang dibuat dari minyak buah pohon jamplong atau jarak yang dicampur dengan kapas.
Baca juga: Dile Jojor Mulai Terangi Dusun di Lombok, Tradisi Masyarakat Pasang Lampu Obor Sambut Lebaran
Tradisi ini dilakukan warga secara turun temurun untuk menyambut malam lailatul qadar.
Indah, salah satu warga Bilekedit Barat mengatakan, pada malam ke-27, semua warga akan membakar dile jojor di halaman rumahnya.
Lebih lanjut Idah mengatakan, maleman dilaksanakan setelah acara namatang (khatam Alquran) di masjid untuk menyambut Nuzulul Quran.
Di sepanjang jalan kampung, warga membakar dile jojor dan menancapkannya di depan rumah. Selain itu warga juga menyalakannya di makam keluarga.
Fauziah, warga lainnya mengatakan, membakar mal-mal di area kubur dipercaya sebagai bentuk berbagi kebahagiaan kepada keluarga yang sudah meninggal.
"Setiap tanggal 27 harus bakar mal-mal, agar orang yang sudah meninggal bisa menikmati," kata Fauziah.
Maleman di Dusun Bilekedit dilaksanakan setiap malam ke-27 saja, sementara untuk keturunan bangsawan melaksanakan tradisi maleman pada malam ke-21.
Dari pantauan TribunLombok.com, Senin (16/4/2023), warga mulai membakar mal-mal usai sholat magrib dan berbuka puasa.
Sebagian masyarakat akan membakar mal-malnya di kuburan keluarga.