Sikap ini juga sesuai prinsip dalam menjalankan dakwah yang selalu disampaikan ke murid-muridnya.
Pertama, ahlak mulia. Kedua, tidak saling menyudutkan pandangan dai yang lain.
Ketiga, saling menghormati sesama mubaligh. Keempat, menghormati objek dakwah.
Kelima, hal ini akan lebih berhasil apabila para dai berpartisipasi aktif dalam politik.
Prinsip yang dijalankan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid inilah yang menjadi kunci dakwah TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dengan organisasi Nahdlatul Wathan yang didirikan mendapat tempat di masyarakat.
Sikap ini jugalah yang menjadikan Lombok terbebas dari debat furu’iyah atau khilafiyah yang menimbulkan konflik sesama umat Islam.
Dalam berpolitik, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga memberikan kebebasan kepada muridnya menyalurkan aspirasi politiknya.
Santri dibebaskan menyalurkan aspirasi politiknya lewat partai politik mana saja, asal partai atau lembaga tersebut menegakkan Islam.
Ketika Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan Persatuan Islam Tarbiyah (Perti) mendirikan cabang di Lombok, termasuk ketika Nahdlatul Ulama keluar dari Partai masyumi, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid juga ikut memberikan restu.
Hal ini juga diakui Presiden Abdurrahman Wahid saat Ketua Dewan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (NWDI) TGH Muhammad Zainul Majdi bertamu di Istana Negara, 18 Desember 1999.
Mendirikan Ormas Nahdlatul Wathan (NW)
Masih dikutip dari buku "Dari Nahdlatul Wathan untuk Indonesia: Perjuangan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (1908-1997)."
Organisasi Nahdlatul Wathan, yang selanjutnya disingkat NW, merupakan organisasi sosial kemasyarakatan dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah.
Didirikan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H, bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1953 M.
Nahdlatul Wathan dideklarasikan di Pancor, dihadiri pejabat pemerintah daerah Lombok, Pimpinan Partai Masyumi daerah Lombok.
Baca tanpa iklan