619 Anak di Bantul Kena TBC, Kadinkes: Sering Digendong, Diciumi Orang Dewasa, Itu Berisiko Tertular

Editor: Irsan Yamananda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Kadinkes Bantul sebut ada 619 kasus TBC pada anak sejak Januari-November 2022. Diduga anak-anak itu tertular akibat digendong dan dicium orang dewasa.

TRIBUNLOMBOK.COM - Kasus TBC yang terjadi pada anak di Kabupaten Bantul, Yogyakarta menuai perhatian warganet.

Pasalnya, ada 619 anak yang terserang penyakit TBC di Bantul.

Angka itu diperoleh dari data penderita TBC di Bantul dari bulan Januari sampai November 2022.

Sontak, pengendalian penyakit TBC masuk dalam satu dari lima prioritas kesehatan nasional.

Data tersebut berasal dari Dinas Kesehatan Bantul.

Mereka mencatat ada 1.216 kasus TBC yang ditemukan di seluruh fasilitas kesehatan di Kabupaten Bantul.

Ribuan kasus itu masih 50 persen dari estimasi 2.431 kasus TBC di Bantul.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinkes Bantul, Agus Budi Raharja.

Itu berarti, masih banyak pasien TBC yang belum ditemukan dan diobati.

“Kemudian dari 1.216 ada 619 diantaranya adalah kasus TBC anak dan 12 kasus pasien TBC resisten obat,” ujarnya Rabu (21/12/2022) seperti dikutip dari TribunJogja.

Budi menjelaskan, anak-anak merupakan yang paling berisiko tertular TBC.

Selain itu tidak semua anak mendapatkan gizi yang tercukupi sehingga membuat anak semakin rentan tertular.    

“Misalnya anak sering digendong, diciumi orang-orang dewasa, itu berisko terjadinya penularan.

Apalagi saat ini angka stunting dan kurang gizi juga masih tinggi,” katanya.

Baca juga: JKN Dampingi Ismail Bangkit Melawan TBC

Selain masih banyaknya estimasi orang dengan TBC yang belum ditemukan, angka pasien yang putus berobat TBC di Kabupaten Bantul juga cukup tinggi yaitu sebesar 3,93 persen dari jumlah pasien yang diobati tahun 2021.
 
Menurut Agus Budi, pasien yang tidak menjalani pengobatan sampai tuntas dikhawatirkan akan membuat pasien terkena TBC Resisten Obat, tidak sembuh dan bisa menulari orang lain.

Oleh karena itu pendampingan bagi pasien TBC agar dapat menjalani pengobatan sampai tuntas sangat dibutuhkan.

“ TBC itu pasti bisa disembuhkan kalau dia minum obat, rutin, tidak putus selama kurung waktu dosis yang ada, biasanya 6 bulan. Berbagai alasan menjadi penyebab pasien berhenti minum obat, seperti lupa dan kurangnya pemahaman terkait pengobatan TBC ,” ucapnya.

“Maka kalau sudah ketemu harus ada pendamping minum obat (PMO) di keluarga, karena potensi lupa itu tinggi sekali kalau pengobatannya dalam kurun waktu lama,” ucapnya.

Dengan masih banyaknya pasien yang belum terdeteksi, dirinya pun mengimbau agar masyarakat dapat segera memeriksakan diri jika mengalami gejala-gejala TBC , seperti batuk dalam kurun waktu lama yang disertai demam dan penurunan berat badan. Jika ada gejala tersebut, maka harus segera diperiksakan ke puskesmas dan bersedia diambil sampel dahaknya.  

Sebagai upaya untuk mengantisipasi penyebaran TBC , Bupati Bantul telah menginstruksikan Dinkes untuk melakukan screening, terutama di komunitas-komunitas seperti pondok pesantren, sekolah dan perusahaan-perusahaan.

“Bupati menginstruksi ke kita untuk screening pesantren dengan dimulai target 10 ribu santri di 4 pesantren besar. dan akan diikuti pesantren yang lain. Ini peluang kita untuk penanggulangan TBC , jika sudah berhasil di pesantren, harusnya lebih mudah untk screening ke sekolah-sekolah termasuk pabrik-pabrik di Bantul ,” katanya.  

Selain itu, beberapa upaya telah dilakukan untuk menekan angka penularan penyakit TBC di Kabupaten Bantul .

Salah satunya adalah memberikan Terapi Pencegahan TBC (TPT) bagi kontak erat pasien TBC , menguatkan jejaring internal dan eksternal fasilitas kesehatan, serta kolaborasi multi sector melalui pendekatan District based Public Private Mix (DPPM).

Melalui pendekatan DPPM, Dinas Kesehatan Bantul, fasilitas kesehatan, dan komunitas saling berkolaborasi untuk meningkatkan angka penemuan kasus TBC serta memastikan pasien mendapatkan pengobatan sesuai standar dan berpusat pada pasien.

Salah satu pihak yang fokus dalam penanggulangan TBC adalah Sub Sub Recipient (SSR) Sinergi Sehat Indonesia Bantul yang selama ini terus berperan dalam penemuan kasus TBC melalui tracing.
 
Kepala SSR Sinergi Sehat Indonesia Nurholis Majid menyatakan bahwa pihaknya turut mendorong adanya penemuan kasus TBC.

Baca juga: Ini Penyebab dan Gejala TBC, Indonesia Capai 824 Kasus

Salah satunya dengan mengerahkan tiga koordinator kader yang dibawahnya lagi ada 97 kader yang tersebar di seluruh Kabupaten Bantul .  

“Kita dorong mereka untuk menanyakan ke puskesmas apakah ada kasus TBC atau tidak. Begitu ada satu kasus, temen-teman akan datang ke rumahnya dan sekeliling untuk melakukan screening. Kita screening sekitar 20 orang, jika ada kecurigaan TBC akan langsung diarahkan pemeriksaan di puskesmas,” katanya.

Selain melakukan tracing untuk pasien baru, pihaknya juga melakukan pelacakan dan edukasi pasien TBC putus berobat, serta pendampingan pasien TBC .

Pihaknya akan memastikan bahwa proses pengobatan dapat terus dilakukan.  

Jika ditemukan ada pasien yang tidak mau berobat, maka selain kader akan tim khusus lain untuk melakukan pendekatan.

Misalnya dengan melibatkan para penyintas atau orang yang pernah melakukan pengobatan dan telah sembuh sehingga penyintas yang memiliki pengalaman ini punya solusi.

“Saat ini di Bantul kita  baru menemukan 3-4 kasus perhari, sementara seharusnya 6-7 kasus perhari. Maka harus ada intensifikasi dimana layanan kesehatan seperti stunting, kencing manis dan lainnya, harus integrasi dengan layanan TBC . Harapannya dengan adanya upaya kolaborasi tersebut dapat meningkatkan penanggulangan TBC di Kabupaten Bantul ,” pungkasnya.

(TribunJogja)

Berita Terkini