Isu harga BBM ini kembali mengemuka seiring bergulirnya rencana pemerintah memfokuskan BBM bersubsidi, khususnya pertalite dan solar, kepada kelompok masyarakat menengah-bawah.
Baca juga: Tata Cara Daftar MyPertamina di subsiditepat.mypertamina.id, Siapkan KTP Hingga Foto Kendaraanmu!
Besaran subsidi sudah terlalu besar untuk dibagikan ke masyarakat menengah atas.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyebut bahwa harga jual pertalite hingga kini masih Rp7.650 per liter.
Sementara itu, harga keekonomian BBM tersebut Rp17.500 per liter.
Untuk setiap liter pertalite yang dikonsumsi masyarakat, pemerintah menggelontorkan subsidi Rp9.550 per liter. Untuk solar, subsidinya makin gila-gilaan.
"Untuk solar selisihnya Rp13 ribu per liter. Dengan harga minyak mentah saat ini, harga ekonomian solar Rp18.150 per liter, dan Pertamina menjualnya Rp5.150. Pemerintah yang membayar selisihnya,’’ ujar Nicke Widyawati.
Pada awalnya, pemerintah sempat mengisyaratkan akan ada kenaikan harga solar serta pertalite, yang akan dilakukan secara bertahap sampai mendekati nilai keekonomiannya.
Isyarat itu muncul bersamaan dengan kenaikan harga pertamax (dari Rp9.000–Rp9.400 ke Rp12.500–Rp13.000 per liter) per 1 April 2022. Toh, pemerintah menunda rencana tersebut karena menganggap situasi ekonomi sedang tidak ramah seiring dengan fenomena inflasi global dan krisis pangan.
Momentum menunda kenaikan harga BBM, juga tarif listrik dan gas LPG tabung 3 kg, muncul saat kondisi keuangan negara membaik. Pada Mei 2022, APBN mengalami surplus Rp132 triliun.
Outlook APBN 2022 pun semakin moncer, dengan perkiraan penerimaan negara yang mencapai Rp2.266,2 triliun, atau naik Rp420,1 triliun dari perkiraan APBN 2022 yang sebesar Rp1.846,1 triliun.
Baca juga: Dilarang Main HP di SPBU tapi Wajib Pakai MyPertamina saat Beli Pertalite, Begini Penjelasan Pakar
Dengan outlook baru itu besaran APBN diperkirakan mencapai Rp3.106 triliun, yang di dalamnya ada unsur defisit (utang) sebesar Rp840 triliun (4,75 persen dari PDB).
Dalam rapat kerjanya dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Kamis (19/5/2022), Menkeu Sri Mulyani menawarkan opsi, kenaikan penerimaan negara yang Rp420,1 triliun itu bisa saja digunakan sebagai kompensasi untuk mengurangi defisit ABN.
Risikonya, kapasitas anggaran tidak cukup longgar untuk membiayai berbagai program perlindungan sosial serta subsidi.
‘’Termasuk BBM,’’ kata Menkeu Sri Mulyani.
Kesepakatan pemerintah dan DPR ialah, defisit APBN 2022 diturunkan dari Rp868 triliun ke level Rp840 triliun. Dengan APBN 3.106 T, Sri Mulyani dapat mengalokasikan tambahan untuk subsidi listrik, gas, dan BBM.
(*)