Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Jalan Udayana resmi dibuka pada tahun 1988 pada era kepemimpinan Gubernur NTB saat itu, yakni H Gatot Suherman.
Sejak saat itu pula, Mahnun (78), mulai berjualan jagung bakar dengan gerobak tuanya di tepi Jalan Udayana tanpa pernah berpindah tempat.
Jalan Udayana merupakan ruang terbuka hijau yang terletak di jantung Kota Mataram. Jaraknya lima menit ke arah utara dari Islamic Center NTB.
Baca juga: Kisah Penjual Ketan Susu Boss Mataram, Berawal dari Ajakan Teman hingga Siap Buka Cabang
Baca juga: Kisah Syekh Abdul Hadi Asal Universitas Al-Azhar Mesir yang Ngabdi 3 Tahun di Ponpes Lombok Tengah
Kawasan ini selalu ramai dikunjungi masyarakat.
Baik untuk mencari hiburan, kuliner, maupun berolahraga.
Lokasinya yang strategis dan mudah dijangkau khalayak ramai, membuat kawasan ini memiliki peluang bisnis yang bagus.
Kendati demikian, Mahnun tak pernah berpikir seperti itu. Ia berjualan tanpa konsep yang terukur alias sederhana saja.
Bahkan, ketika sejumlah pedagang jagung bakar di kawasan Udayana menjual menu mereka dengan harga Rp10 hingga Rp15 ribu per buah (porsi), Mahnun tetap menjualnya dengan harga murah, yakni hanya Rp5 ribu saja.
Bahan pokoknya atau mentahan jagung pun ia beli dari petani atau pengepul lain. Artinya, jika dihitung masak-masak, besar kemungkinan, keuntungan yang dipetiknya tidak terlalu banyak.
“Walau begitu, tetap kadang sepi juga,” katanya, kepada Tribunlombok.com, Minggu (17/4/2022).
Masnun berjualan setiap hari mulai pukul 6 sore hingga 11 malam. Ia melapak di sisi kiri jalan jika melaju dari arah Islamic Center, sekitar dua puluh meter setelah jembatan Dasan Agung dekat kantor DPRD Provinsi NTB.
Sejak zaman H Ruslan (Walikota Mataram), kata Mahnun, ia bercerita telah berjualan jagung dengan harga yang notabene murah pada setiap masanya.
Namun bukan berarti ia tak serius dalam berjualan. Sejumlah pelanggannya, sering membeli jagung bakar di Mahnun secara berkala karena rasa dari jagung bakar jualannya tak pernah berubah.
“Saya beli jagung di bapak ini sejak masih muda dulu, dan pedas-manisnya itu sama sampai sekarang,” ungkap Anto, pelanggan jagung bakar Mahnun, kepada Tribunlombok.com.
Sekali pun sering membeli jagung bakar bikinan Mahnun, Anto mengatakan, ia tak pernah benar-benar akrab dengan pria tua itu.
“Saya hampir tiap pulang kerja beli di sini, tapi orangnya sepertinya enggak pernah ingat saya,” katanya sambal bergurau.
Mengenai hal itu, Mahnun beralasan karena usianya sudah cukup tua, di samping ia telah memiliki banyak pelanggan sejak tahun 90-an.
“Sejak tahun 90-an, enggak hafal siapa-siapa yang belanja. Mungkin Pak Ruslan (Walikota) juga pernah beli di sini tapi saya lupa,” katanya.
Dari pantauan Tribunlombok.com, terlihat sejumlah remaja yang masih mengenakan pakaian salat, mengantre membeli jagung bakar Mahnun.
“Baru pulang tarawih,” kata salah seorang remaja.
(*)