TRIBUNLOMBOK.COM - Beberapa waktu yang lalu, muncul wacana untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN.
Usut punya usut, hal itu bermula dari pernyataan Perdana Menteri Malaysia Dato' Sri Ismail Sabri Yaakob.
Ia ingin memperkuat bahasa Melayu sebagai bahasa perantara antara kedua negara serta bahasa resmi ASEAN.
Mengenai hal ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim angkat bicara.
Ia tidak setuju dengan pernyataan sang PM Malaysia.
Nadiem menyampaikan hal tersebut pada saat Dato' Sri Ismail Sabri Yaakob melakukan kunjungannya ke Indonesia.
Baca juga: Malaysia dan Indonesia Sepakat Mengupayakan Bahasa Melayu Jadi Bahasa Resmi ASEAN
Baca juga: Terkesan Melihat Belajar Tatap Muka di NTB, Menteri Nadiem: Motivasi & Keceriaan Murid Berbeda
“Saya sebagai Mendikbud Ristek, tentu menolak usulan tersebut.
Namun, karena ada keinginan negara sahabat kita mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN.
Tentu keinginan tersebut perlu dikaji dan dibahas lebih lanjut di tataran regional," kata Nadiem dalam keterangannya, Senin (4/4/2022).
"Saya imbau seluruh masyarakat bahu membahu dengan pemerintah untuk terus berdayakan dan bela bahasa Indonesia,” imbuhnya.
Baca juga: Cerita Menteri Nadiem Dipeluk Guru Honorer Bergaji Rp 100 Ribu di Lombok Tengah
Nadiem berpandangan Bahasa Indonesia lebih layak untuk dikedepankan dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik.
Mantan CEO Go-Jek itu juga menjelaskan Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara.
Bahkan, ia menilai persebaran bahasa Indonesia telah mencakup 47 negara di seluruh dunia.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) juga telah diselenggarakan oleh 428 lembaga, baik yang difasilitasi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Ristek, maupun yang diselenggarakan secara mandiri oleh pegiat BIPA, pemerintah, dan lembaga di seluruh dunia.