“Kita bersama pemerintah bergandengan tangan, bersatu padu membangun Penatoi agar keluar dari stigma negatif zona merah,” katanya.
Pada sesi penyampaian materi oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bima H Abidin H Idris, mengajak tokoh-tokoh yang ada untuk sering bersilaturahmi dengan kelompok yang terindikasi jamaah radikal atau teroris.
Menurut Abidin, permasalahan khilafah dari kelompok jamaah dulu sangatlah kental, namun sekarang sudah reda.
Tetapi persatuan yang kokoh ini tetap memiliki gangguan, bisa melalui berbagai macam propaganda dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Tujuannya untuk memecah belah umat Islam, sehingga memunculkan aliran-aliran yang menganggap diri benar dan mengkafirkan yang lain,” jelasnya.
Ketua MUI menambahkan, radikal atau teroris ini ingin menghancurkan agama Islam.
Maka perlu dibuat pertahanan yang kokoh, mulai dari orang tua yang harus menjadi contoh baik bagi anak-anak dan harus selalu mengamati tingkah laku dan gerak-gerik anak-anaknya.
“Jika memang ada terindikasi kelompok radikal, ditindak tegas,” ujarnya.
Selain para tokoh ini, Napiter atas nama Iskandar juga menyampaikan banyak catatan penting dalam deradikalisasi.
Ia mengungkap, apa yang sudah dilakukannya pada masa lalu bisa menjadi referensi langkah apa saja yang harus dilakukan saat ini.
"Kami kembali dan sadar seperti ini, bukan karena dipenjara atau disiksa. Kami melalui proses yang panjang, setelah bergaul dengan banyak orang," akunya.
Persoalan yang paling pokok adalah kata Iskandar, masalah hati dan mudah mempraktekkan.
"Inilah yang harus kita ubah," tegasnya.
Persoalan kedua sebut Iskandar, kalangan yang memahami islam dengan radikal ini kurang memahami perbedaan.
"Jika bicara hilafiah, kalau ini harus salawat dulu, ini harus ada tahlilan, stigma warga Penatoi harus dibuang. Karena hilafiah ini sudah sejak lama ada," ungkapnya.