Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Sultan Muhammad Salahuddin, merupakan Sultan ke-14 di Kerajaan Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sultan Muhammad Salahuddin, sudah bertahun-tahun diusulkan menjadi pahlawan nasional namun selalu saja gagal.
Terakhir, Gubernur NTB Dr Zulkieflimansyah melalui Pemerintah Provinsi NTB secara resmi, mengusulkan lagi nama Sultan Muhammad Salahuddin sebagai pahlawan nasional.
Alan Malingi, budayawan Bima mengapresiasi langkah gubernur NTB ini.
Kepada TribunLombok.com, Alan Malingi mengatakan, nilai nilai kejuangan, semangat hidup dan jejak perjuangan dari seorang Sultan Muhammad Salahuddin, patut dicontoh dan diteladani untuk hari ini dan ke depan.
"Anhar Gonggong mengemukakan, pahlawan itu adalah orang yang telah berbuat melampaui batas kemampuan dirinya. Soekarno adalah seorang insinyur tehnik, tetapi mampu menjadi lokomotif dan proklamator sebuah bangsa. Itu adalah dedikasi yang telah jauh melampaui kapasitasnya sebagai seorang insinyur tehnik," beber Alan.
Baca juga: Cerita Bukit Jurang Pengantin di Bima, Terkenal Angker Kini Jadi Tempat Favorit Berwisata
Sedangkan yang berkaitan dengan Sultan Muhammad Salahuddin atau yang kerap disingkat dengan sebutan SMS, menurut Alan, ada beberapa dedikasi yang telah ditorehkan untuk Bima dan NKRI.
Alan menyebutkan, poin-poin perjuangan ini juga sudah dibukukan oleh Prof.Dr. Imran Ismail, dalam buku Bima (1945-1950) Perjuangan Fisik Dan Organisasi.
Yang pertama kata Alan, Sultan Muhammad Salahuddin merupakan sosok yang cinta ilmu pengetahuan.
Sekitar 38 kitab ilmu agama islam, menjadi koleksi sultan yang kini masih tersimpan rapi di Museum Samparaja Bima.
Di samping itu sebut Alan, arsip surat surat penting di era kepemimpinannya pada tahun 1915-1951 masih ada di museum Samparaja.
Sultan Muhammad Salahuddin kata Alan, juga seorang penulis.
Di Museum Samparaja Bima, terdapat sejumlah naskah khutbah jumat yang ditulis Sultan.
Satu di antaranya, karya monumental Nurul Mubin yang disunting Sultan dari kitab terdahulu, yaitu sejak masa Sultan Abdul Qadim pada abad ke 18.
"Nurul Mubin yang disunting sultan diterbitkan oleh penerbit Syamsiah Solo pada tahun 1932," jelas Alan.
Alan juga menyebut, jika Sultan Muhammad Salahuddin seorang pemimpin visioner.
Baca juga: Mangge Tutu, Makanan Nikmat Khas Bima yang Selalu Dirindukan
Masa kepemimpinannya kata Alan, masa pergerakan kemerdekaan.
Dimana dinamika perjuangan mewarnai kehidupan masyarakat Bima.
Berbagai organisasi perjuangan tumbuh bagai jamur di musim hujan.
Sultan saat itu sebutnya, memfasilitasi dan mendukung berbagai organisasi pergerakan kemerdekaan.
Sultan juga memberikan otonomi dan memberikan peluang sebesar besarnya, kepada rakyat Dompu untuk melepaskan diri dari Bima.
Sehingga pada September 1947, Tajul Arifin Sirajuddin dinobatkan menjadi Sultan Dompu.
Dalam catatan sejarah, Sultan Muhammad Salahuddin merupakan pendiri Nahdatul Ulama.
Tokoh NU Syekh Hasan Syechab, salah satu pengurus Hoofd Bestuur Nahdatuel Oelama dari Batavia, berkunjung ke Bima pada tahun 1936.
Sultan Muhammad Salahuddin saat itu, didaulat menjadi ketua NU. Bersama Hasan Sychab dan zultan mendirikan Darul Ulum Bima.
Alan Malingi juga mengungkap, Kerajaan Bima dulu sudah memedulikan soal kesetaraan gender dan itu dipelopori oleh Sultan Muhammad Salahuddin.
Alan menyebut, pada tahun 1922 Sultan mendirikan Sekolah Kejuruan Wanita di Raba.
Sekolah ini dikenal dengan Kopschool.
Sultan juga merespon dan mendukung berdirinya salah satu organisasi perempuan di Bima pada tahun 1949 yang bernama Rukun Wanita.
Organisasi ini diketuai oleh SBS Yulianche.
"Sultan juga mendukung berdirinya organisasi Aisyah Bima, pada tahun 1938 yang diketuai oleh Jaenab AD Talu," beber Alan.
Bahkan lanjut Alan, Sultan Muhammad Salahuddin merupakan penyelamat gadis gadis Bima dari rencana Jepang untuk menjadikan wanita Bima sebagai ianfu dalam peristiwa Nika Baronta atau Kawin Berontak.
Sikap sultan yang tak kalah kuat, yang bisa menjadi poin jika Sultan Muhammad Salahuddin pantas untuk menjadi pahlawan nasional, yakni bersikap toleran dan inklusif.
Pada masa pemerintahannya kata Alan, sultan memberikan dukungan terhadap berdirinya partai politik seperti Perindra pada tahun 1939.
PIR dan PNI pada tahun 1949.
Di samping itu SMS sangat toleran terhadap ummat non muslim.
Baca juga: Pemprov NTB Kembali Usulkan Sultan Salahudin Bima Jadi Pahlawan Nasional
Dalam bidang pendidikan pun, Sultan Muhammad Salahuddin, termasuk tokoh pendidikan.
Pengurus Yayasan Islam Bima H.Abubakar H.Ma alu menyebut, ada 60 sekolah yang telah dibangun sejak masa aktif sultan memimpin Kerajaan Bima.
Yayasan Islam Bima inj, dibentuk setelah kerajaan bergabung dengan NKRI.
"Saat itu, Sakola Kita (sekolah kita) didirikan di setiap kejenilian. Sekolah desa di setiap desa, yang kemudian menjadi Sekolah Rakyat dan Sekolah Dasar hingga saat ini. Sekolah Agama seperti Darul Ulum juga didirikan," kata Alan.
Pendidikan moderen mulai dibangun pada tahun 1920.
Sultan mendatangkan para guru non muslim untuk mengajar ilmu pengetahuan umum di Bima.
Hingga saat ini, keturunan HBS Yulianche menjadi saksi sejarah tentang jiwa toleran dan inklusifnya seorang Sultan Muhammad Salahuddin.
Meski toleran dengan perbedaan, Sultan merupakan ulama yang besar.
Sultan Muhammad Salahuddin kata Alan, sangat peduli terhadap pendidikan agama islam.
Pendirian sekolah islam, dibarengi dengan pemberian hibah tanah kesultanan untuk membiayai dunia pendidikan.
Mulai dari pembangunan sekolah, gaji guru hingga bea siswa untuk para pelajar Bima hingga ke Mekkah.
"Tidak hanya itu, beliau juga seorang nasionalis sejati," tegas Alan.
Baca juga: Kondisi Stadion Atletik di Kota Bima Tidak Terawat, Atlet Terancam Cedera
Ia menjelaskan, jiwa nasionalis Sultan Muhammad Salahuddin dibuktikan dengan Maklumat tanggal 22 Movember 1945, dimana pada poin pertama menyatakan bahwa Kerajaan Bima adalah suatu daerah istimewa yang berdiri dibelakang Republik Indonesia.
Pidato penyambutan kunjungan bung Karno pada tahun 1946, juga membuktikan jiwa nasionalis seorang Sultan Muhammad Salahuddin.
Pidato itu berisi sikap sultan dan rakyat Bima untuk terus menjaga amanat proklamasi.
"Yang terakhir, beliau adalah pelopor pembangunan," tandas Alan Malingi.
Budayawan yang getol dengan pengusulan pahlawan nasional ini menyebutkan, banyak bangunan bersejarah yang dibangun pada masa sultan.
Seperti Asi Mbojo, pendopo bupati, kantor wali kota lama di Raba, Masjid Al Muwahiddin dan sejumlah fasilitas publik lainnya.
"Bangunan itu hingga kini masih berdiri megah mengawal perubahan zaman," pungkas Alan.
(*)