Nongkrong di De Konsensus, Warung Tepi Sawah dengan Nuansa Alam Pedesaan

Penulis: Robbyan Abel Ramdhon
Editor: Sirtupillaili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana sore De Konsensus dengan konsep tempat tradisional.

Bersama keluarganya, Muis mulai mengoperasikan warung dari pukul 7 pagi dan tutup pukul 22.00 WITA.

“Tapi biasanya teman-teman itu sering diskusi sampai lewat jam itu, ya kita tungguin,” kenangnya, sambil tertawa.

Muis (30) pemilik De Konsensus berdiri di depan warungnya. (TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBYAN ABEL RAMDHON)

Rima (29), salah seorang pelanggan mengaku, dia telah berlangganan di warung tersebut sejak awal 2021.

Setiap kali bosan dengan suasana perkotaan, Rima biasanya akan datang ke De Konsensus untuk mencari suasana pedesaan.

“Makanannya enak-enak, paling suka sambalnya itu, seger,” ujarnya.

Tidak hanya dari segi kualitas makanan, tambah Rima, ia juga senang dengan pelayanan yang diberikan De Konsensus.

“Seperti karyawan hotel kelasnya tapi versi tradisional,” pungkasnya.

Semula Muis sendiri tidak menyangka bisnisnya akan berkembang pesat. Bahkan perbulannya ia bisa meraup omzet hingga Rp 10 juta.

“Awalnya mau bikin yang sederhana-sederhana saja, tapi alhamdulillah,” katanya.

Pemandangan sawah dan pegunungan di belakang De Konsensus. (TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBYAN ABEL RAMDHON)

Lahan yang disewanya dari pemerintah desa itu selain dibangun warung, juga rutin dijadikan tempat berladang oleh Muis.

Ia menanam ubi, tomat, cabai, hingga terong.

Buah-buah dari tanaman itu yang digunakannya sebagai bahan utama membuat menu-menu makanannya.

Tidak hanya mengambil bahan makanan dari ladang sendiri, pria satu anak itu juga bekerjasama dengan petani sekitar untuk memenuhi kebutuhan dapur warungnya.

“Kami juga punya tujuan sosial, kami kerja sama dengan petani. Sebagian hasil penjualan pun kami sumbangkan untuk anak-anak yatim di desa ini,” pungkasnya.

(*)

Berita Terkini